WHAT'S NEW?
Loading...
Hijab
Arti sesungguhnya hijab dalam bahasa arab
adalah penghalang. Kata penghalang tersebut tidak dijelaskan secara detail
penghalang yang seperti apa. Sehingga hijab bisa diartikan sebagai kain
penghalang yang menutupi seluruh aurat perempuan (kecuali wajah, kaki telapak
tangan). Maka tidak heran apabila kata hijab diserap untuk mengkonsepkan
penutup aurat, karena fungsinya untuk menghalangi dari godaan. Namun tidak ada
salahnya apabila hijab juga dapat diartikan sebagai tirai penghalang, papan
penghalang atau apapun yang berfungsi sebagai penghalang.
Di Indonesia, hijab adalah penutup aurat
bagian kepala. Biasanya yang disebut hijab adalah kain yang berbentuk persegi
panjang. Sudah banyak sekali jenis bahan hijab dengan motif dan warna yang
berbeda beda. Penggunaan hijan sangatlah mudah, hanya dengan memberikan peniti
atau jarum pentul, selebihnya kembali ke kreasi anda. Bahkan ada juga yang
membuat tutorial hijab simple segi empat untuk membantu orang orang dalam
membuat hijab masa kini.
Sedangkan jilbab dalam bahasa arab memiliki
makna kain besar yang menutupi aurat wanita secara keseluruhan tanpa membentuk
lekukan. Pengertian jilbab sendiri sudah dicantumkan dalam Al Quran yaitu pada
surah Al Ahzab ayat 59 yang berbunyi “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri
isterimu, anak anak perempuanmu dan isteri isteri orang mukmin: hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berbeda dengan di Indonesia, jilbab seringkali
digunakan untuk menyebutkan kain penutup kepala berbentuk persegi. Jilbab ada
juga yang langsung tinggal dipakai tanpa perlu neko neko. Hingga kini sudah
maju sekali perkembangan jilbab dengan motif mengikuti fashion terupdate.
Jilbab juga memiliki kreasi kreasi yang disesuaikan dengan acara seperti
tutorial hijab kerja segi empat dan tutorial hijab ombre. Oleh sebab itu jilbab
dapat digunakan dalam segara acara baik formal maupun non formal, tinggal
disesuaikan dengan motif, bahan maupun kreasi.
Hukum
menggunakan hijab dan jilbab dalam Islam
Pengertian hijab dan jilbab telah dijabarkan
diatas, kini akan kita ketahui besama hukum menggunakan hijab maupun jilbab.
Pada pengertian jilbab sebenarnya sudah terlihat bahwa hukum memakai hijab bagi
wanita adalah wajib. Dalam agama juga terdapat beberapa ketentuan ketentuan
dalam menggunakan hijab maupun jilbab seperti hukum memakai hijab seperti punuk
unta, hukum memakai hijab gaul, hukum memakai hijab fashion, hukum memakai
hijab modern.
Dari pembahasan diatas dapat dikatakan bahwa
pengertian hijab dan jilbab memiliki perbedaan baik secara etimologi maupun
yang dipahami masyarakat Indonesia. Secara bahasa hijab adalah penghalang
sedangkan jilbab adalah penutup. Semua jilbab adalah hijab tetapi tidak semua
hijab adalah jilbab, karena hijab memiliki pemahaman yang lebih umum.
Di Indonesia sendiri, jilbab dan hijab berbeda
apabila dilihat dari bentuknya. Hijab biasanya berbentuk persegi panjang dan
jilbab biasanya memiliki bentuk persegi lalu dilipat menjadi segitiga atau
jilbab yang langsung dipakai. Penggunaan jilbab biasanya digunakan pada
institusi formal seperti sekolah, namun hijab kebanyakan dipadupadakan untuk
fashion.
Cara
berpakaian yang baik menurut Islam
macam fungsi pakaian, yakni sebagai penutup
aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntunan Islam mengandung
didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa
aurat lelaki adalah antara pusar samapi kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan
adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam
tidak memberi batasan, karena hal ini berkaitan dengan budaya setempat. Oleh
karena itu, kita diperkenankan memakai pakaian dengan model apapun, selama
pakaian tersebut memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.
Pakaian merupakan penutup tubuh untuk
memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan
matahari dan terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri
seseorang, dan sebuah kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang.
Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar
sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama
untuk kaum wanita. Sekarang orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu
sudah dibilang kuno dan tidak mengikuti mode zaman sekarang atau tidak modis.
Timbul pakaian you can see atau sejenis tanktop, dll. Yang uniknya, semakin
sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin
mahal pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena, “Anak jaman
sekarang bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju anak rada
susah, berebut ama orang dewasa.” Memang tidak salah dia mengatakan hal seperti
itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal jika kita tidak bisa menjaga aurat
kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan mengumbar aurat di
depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa disebut gila. Mau tidak
anda disebut gila?
Anehnya, sekarang banyak kaum wanita terutama
muslimah yang belomba-lomba untuk memakai pakaian yang katanya modis tersebut.
Pakaian tersebut sebenarnya digunakan oleh para (maaf) PSK dan WTS untuk
memikat pelanggan, akan tetapi seiring perkembangan waktu, fungsi pakaian
tersebut sudah berubah untuk memikat lawan jenis, sehingga semakin terpikat
lawan jenis, semakin banyak pula kasus tindakan asusila yang sering kita baca
di media cetak, elektronik, atau mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya
sendiri. Pelecehan seksual ada di mana-mana. Tidakkah para mukminin dan
mukminat telah diperintahkan oleh Allah di dalam kitab nan suci, al-Qur’an,
surat Al-A’raf ayat 26: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu
adalah sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat. (QS Al A’raf : 26)
Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya :
(lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya
mereka mudah dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)
Tapi mengapa kaum hanya kaum wanita saja yang
dibahas? Ya, karena wanita adalah manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh
Allah SWT. Sudah dijaga koq masih tidak bersyukur?
Coba pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada
wanita, Allah Yang Maha Penyayang sampai-sampai membahas hal-hal sekecil itu.
Maka dari itu marilah kita menjaga harga diri wanita muslimah kita demi
tercapainya masa depan yang cerah.
b. Adab Berpakaian
Islam melarang umatnya berpakaian terlalu
tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun
fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian
tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam.
Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan
menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan
menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam
karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan
jenisnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
صِنْقَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ
سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ يَدْخُلْنَ
الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذاً وَ كَذاً
(رواه مسلم)
Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka
yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk
seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam,
2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada
perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk
surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium
sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)
Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada
hadits ini, yaitu sebagai berikut:
1.
1. Maksud kaum yang membawa cambuk seperti
seekor sapi ialah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan
(cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud agar rambutnya tampak banyak dan
panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya
seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul
rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan menyanggul) termasuk
perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan berpakaian karena memang
mereka menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak
berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu, mereka dikatakan telanjang.
Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak manusia (perempuan)
mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya tampak jelas dari
luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian relatif tebal,
namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua
cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang
dilarang dalam Islam.
Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah
ialah:
* Pakaian itu haruslah menutup aurat
sebagaimana yang dikehendaki syariat.
* Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga
kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
* Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi
longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang
menggiurkan nafsu laki-laki.
* Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti
hitam, kelabu asap atau perang.
* Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan
bau-bauan yang harum
* Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan
atau menyerupai)dengan pakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau
menyerupai pakaian laki-laki.
* Pakaian itu tidak menyerupai pakaian
perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
* Pakaian itu bukanlah pakaian untuk
bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.
Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga
khunsa) dalam sholat adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan yang
lahir dan batin hingga pergelangan tangannya. Oleh karena itu jika nampak
rambut yang keluar ketika sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk
dan sujud, maka batallah sholatnya.
Aurat perempuan merdeka di luar sholat Di
hadapan laki-laki ajnabi atau bukan muhram
Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah
muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin) dan kedua telapak kaki
(lahir dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi seluruh badan dari
pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut
mahzab Syafei.
Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya
adalah seperti aurat bekerja yaitu seluruh badan kecuali kepala, muka, leher,
dua telapak tangan sampai kedua siku dan kedua telapak kakinya. Demikianlah
juga aurat ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya
atau perempuan yang rosak akhlaknya.
Ketika sendirian, sesama perempuan dan
laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya adalah di antara pusat dan lutut
Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara dan berlakunya hal
yang tidak diingini, maka perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak
menggiurkan nafsu. Ini adalah penting untuk menghindarkan fitnah.
Salah satu permasalahan yang kerap kali
dialami oleh kebanyakan manusia dalam kesehariannya adalah melepas dan memakai
pakaian baik untuk tujuan pencucian pakaian, tidur, atau yang selainnya.
Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian adalah sebagai
berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun
memakai pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat
dianjurkan dalam seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika
Akan Memakai Pakaian. Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila
kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.
c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas
dan Pakaian Sutra
Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra
yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali r.a pernah berkata:
نَهَاتِى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَنِ التَّخَتُمِ بِالذَّهَبِ
وَ عَنْ لِبَاسِ الْقَسِّى وَ عَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)
Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku
memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan
ashfar.” (HR Thabrani)
Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam
wenter berwarna kuning yang kebanyakan dipakai oleh wanita kafir pada zaman
itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai berikut:
رَأَى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ
فَقَالَ : اِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا
Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku
memakai dua pakaian yang dicelup dengn ashfar maka sabda beliau: Ini adalah
pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah engkau pakai.”
Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas
dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan moral yang tinggi. Allah telah
menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan perempuan, memiliki
susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk
melindungi kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu,
sangat tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang
suka berhias dan berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan
ini sekaligus sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan,
sementara masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
3. Tata Krama Berhias
Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan
selama keindahan tersebut masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak
bertentangan dengan norma-norma agama.
Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias
ini antara lain sebagai berikut:
1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas
Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh
Rasulullah SAW terhadap Ali r.a
1. Jangan bertato dan mengikir gigi
Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang
menato sebagian besar tubuhnya, muka dan tangannya dengan warna biru dalam
bentuk ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di lingkungan masyrakat kita)
bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini, mereka merasa
mempunyai kelebihan dari orang lain.
Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi
ialah memendekkan dan merapikan gigi. Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum
perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص م اَلْوَاشِمَةَ وَ الْمُشْتَوْشِمَةَ
وَ اْلوَاشِرَةَ وَ اْلمُشْتَوْشِرَةَ (رواه الطبرانى)
Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan
yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir
giginya.” (HR At Thabrani)
1. Jangan menyambung rambut
Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal
menyambung rambut) terdapat pula riwayat sebagai berikut:
سَاَلَتْ اِمْرَاَةَ النَّبِيَّ ص م فَقَالَتْ يَا
رَسُوِلُ اللهِ اِنَّ ابْنَتِي اَصَابَتْهَا الْحِصْيَةُ فَاَمْرَقَ شَعْرُهَا وَاِنِّي
زَوَّجْتُهَا اَفَأَصِلُ فِيْهِ؟ فَقَالَ : لَعَنَ اللهِ الْوَاصِلَةَ وَ الْمُسْتَوْصِلَةَ
(زواه البجارى)
Artinya: “Seorang perempuan bertanya kepada
nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga
rontok rambutnya, dan saya ingin menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung
rambutnya?. Rasulullah menjawab: Allah melaknat perempuan yang melaknat
perempuan yang melaknat rambutnya.” (HR Bukhari)
1. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias
Berlebih lebihan ialah melewati datas yang
wajar dalam menikmati yang halal. Berhias secara berlebih-lebiha cenderung
kepada sombong dan bermegah-megahan yang sangat tercela dalam Islam. Setipa
muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat
menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun dalam berhias bentuk yang
lain. Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta menggunakan
perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok termasuk
berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud untuk
menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang dimaksudkan
adalah untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik untuk dilakukan. Akan
tetapi, apabila yang dimaksud itu semua orang (selain suami) maka hal itu
termasuk perbuatan yang dialranga dalam Islam. Selain menjurus kepada sikap
sombong, berlebih-lebihan termasuk perbuatan tabzir, sedangkan tabzir dilarang
oleh Allah SWT. (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “26) Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. 27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan
dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)
Bertatakrama Dalam Bertamu dan Menerima Tamu
4. Tata Krama Bertamu
Bertamu adalah salah satu cara untuk
menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi
kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap
dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar
maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan
persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu
pada tiga waktu aurat.
Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah
sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman: (lihat
al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang
yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu
hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian
(luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi
kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga
waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada
sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)
Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu
aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang
beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya)
sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja
diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang
lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan
menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian
rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.
5. Cara Bertamu yang Baik
Cara bertamu yang baik menurut Islam antara
lain sebagai berikut:
1. Berpakaian yang rapi dan pantas
Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas
berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi
dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya.
Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan)
itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)
1. Memberi isyarat dan salam ketika datang
Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines
di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi
salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu
(selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)
Diriwayatkan bahwa:
اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م
وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ
اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ
النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)
Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta
izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya:
Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu
dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan
“Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan
nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi
izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)
1. Jangan mengintip ke dalam rumah
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari
Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu
rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka
Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok
matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena
untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)
1. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga
kali
Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari
tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan.
1. Memperkenalkan diri sebelum masuk
Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal,
hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada
malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “dari Jabir ra Ia
berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah
beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau
bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)
Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh
sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan
rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya
1. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah
apabila tuan rumah hanya seorang wanita
Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah
sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu
lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang
bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.
1. Masuk dan duduk dengan sopan
Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk,
hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah
disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara
bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat
menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang
tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari
kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya),
lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin
memperhatikannya.
1. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang
hati
Apabila tuan rumah memberikan jamuan,
hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan
sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan
tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati
makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk
menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai
berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
1. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan
diakhiri dengan membaca hamdalah
Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang
artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah,
jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi
awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)
1. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang
terdekat dan jangan memili
Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan
minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri
(kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat
bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun
di rumah orang lain
1. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa
makanan berceceran
Sementara ada orang yang merasa malu apabila
piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang
tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan
yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang
keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah,
hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan
makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik
bagi yang melihatnya.
1. Segeralah pulang setelah selesai urusan
Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk
membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus
dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung.
Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih
membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu
kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah
memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah
akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki
tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca
situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis
suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu
memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.
6. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga
Malam
Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya,
Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut
dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak
untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu
tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu
tamuhnya.
7. Tata Krama Menerima Tamu
a. Kewajiban Menerima Tamu
Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi
tuntunan bagi uamtnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini
(menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran
kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang
ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ
فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)
Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari)
b. Cara Menerima Tamu yang Baik
1) Berpakaian yang pantas
Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah
hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan
tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati
tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian
rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan
Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan
sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas
nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)
2) Menerima tamu dengan sikap yang baik
Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu
dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan
sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau
memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu
berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
3) Menjamu tamu sesuai kemampuan
Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah
memberi jamuan kepadanya.
4) Tidak perlu mengada-adakan
Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh
Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak
perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya
menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya
menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air
putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu
tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah
5) Lama waktu
Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan
tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu
adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ
ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga
hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu
Alaihi)
6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu
pulang
Salah satu cara terpuji yang dapat
menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke
pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan
rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang
menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya
Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah
dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman:
(lihat al-qur’an onlines di google)
Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena SAW
telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34
Rasulullah SAW bersabda;
اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ
هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى
و ابن عمر)
Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat)
pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya
(dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi
dan Ibnu Umar)
Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui
diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah
pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita
tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan
timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya
harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah
tangganya.
AKHLAKUL
KARIMAH
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain dan juga manusia sebagai
penerima dan pelaksana ajaran-Nya. Oleh karena itu manusia ditempatkan pada
kedudukan yang mulia jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain.
Agar manusia dapat mempertahankan kedudukan yang mulia dan tinggi tersebut.
Maka Allah membekali manusia dengan akal dan perasaan yang memungkinkan manusia
untuk menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam suatu proses
pendidikan. Kemudian mengembangkan ilmu tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari,
serta akal pula yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Selain itu
akal dan perasaan dapat menentukan kedudukan seseorang dalam lingkungan sosial
dalam melaksanakan segala hal bentuk kegiatan dengan penuh cermat dan tanggung
jawab.
Agama Islam merupakan suatu agama yang
didalamnya, mengandung ajaran bagi seluruh umat-Nya. Salah satu ajaran Islam
yang paling mendasar adalah masalah akhlak. Yang mana akhlakul karimah tersebut
di wajibkan oleh Allah. Sebagaimana yang telah disebut dalam salah satu firman
Allah surat Luqman yang berbunyi:
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Berdasarkan ayat diatas maka akhlakul karimah
dalam keluarga ini diwajibkan pada setiap orang. Yang mana akhlak tersebut
banyak menentukan sifat dan karakter seseorang, khususnya dalam pergaulannya.
Seseorang akan dihargai dan dihormati apabila
memiliki sifat atau mempunyai akhlak mulia. Demikian juga sebaliknya dia akan
dicampakkan dan dibenci apabila dia berakhlak yang buruk dan tercela, bahkan di
hadapan Allah akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang yang
dilakukannya.
Sebagaimana juga kita ketahui bahwa nilai dan
harga manusia itu terletak pada akhlaknya yaitu tingkah laku dan amal
perbuatannya, semakin luhur akhlak seseorang, semakin tinggi nilai dan harga
dirinya. Karena itu upaya pembinaan dan peningkatan akhlak dalam melestarikan
martabat manusia adalah teramat penting dan dalam hal ini Islam dengan segenap
aspek ajarannya merupakan salah satu alternative sebagai pedoman dan tuntunan.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk
sosial yaitu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan
kata lain manusia hidup dalam suatu masyarakat, dalam kehidupan bermasyarakat
ini akhlak mempunyai peranan yang penting sekali, khususnya dalam kehidupan
sehari-hari, sebab kejayaan suatu negara itu terletak pada akhlak
masyarakatnya.
Demikian pula kehancuran di muka bumi ini
disebabkan perbuatan manusia itu sendiri sebagaimana firman Allah dalam surat
Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi :
41. telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar) ..
Pengertian akhlakul karimah
Menurut bahasa atau etimologi kata akhlak
berasal dari bahasa arab akhlaq (اخلا ق) bentuk jamak dari khuluq (خلق) yang
artinya perangai. Dalam pengertian sehari-hari akhlaq di samakan dengan arti
kata budi pekerti, watak, tabiat.
Sedangkan menurut terminologi kata budi
pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti yang dapat diartikan sebagai
berikut:
“Budi adalah yang ada pada manusia, yang
berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran rasio yang disebut
character. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena di dorong oleh
perasaan hati yang disebuit behaviour”. Jadi akhlak atau budi pekerti merupakan
perpaduan dari rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku.
Dalam arti bahwa wujud akhlak adalah merupakan tingkah laku manusia yang tampak
dan dapat dilihat pada dirinya yang didorong oleh hati nurani, pemikiran, serta
rasio.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa pendapat
yang dikemukakan oleh para ulama ilmu akhlak, diantaranya:
a. Menurut
al-Qurthuby bahwasannya yang dinamakan akhlak itu adalah, diantaranya:
مَا هُوَيَأخُدُيهِ الاِ نْ سَا نُ نََعْسُهُ مِنَ
الا دَبِ يُسَمَّى خُلْقُا لا نَّهُ يَصِِيْرُ مِنَ الْخَلْقةِ فِيْهِ
“suatu perbuatan manusia yang bersumber dari
adab kesopanan disebut akhlak, karena perbuatan-perbuatan itu termasuk bagian
dari kejadian”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwasannya
yang dimaksud akhlak itu adalah perbuatan-perbuatan manusia yang mana perbuatan
tersebut masuk bagian yang dialaminya dan hal tersebut bersumber pada adab dan
kesopananya.
b. Ibnu maskawih dalam kitabnya “Tahzibul
Akhlak Wal Tathirul A’roq menyatakan bahwa AM A itu adalah
حَا لً للنفْس دَاعِيْة لهَا اِلِىَ افْعَا لِهَا
مِنْ غَيْرِ فِكْرِ وََروْيَّةٍ
“keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya
untuk melakuakan perbuatan- perbuatan tanpa melakukan pertimbangan lebih
dahulu”.
c. Di dalam Al-Mu’jam Al-Wasit yang disadur
oleh Asmaran disebutkan definisi akhlak adalah:
“akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam
jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”
d. Kemudian dr. Abdullah Dirraj dalajm bukunya
“Kalimatun Fimabadi’iil Akhlak (beberapa kalimat dalam prinsip-prinsip akhlak)
yang disadur oleh Humaidi tatapangarsa, beliau mengatakan:
“Akhlak itu adalah suatu kekuatan dalam
kehendak yang mantap, kekuatan kehendak yang berkombinaasi membawa
kecenderungan pada pemilihan-pihak yang benar (dalam hal yang baik)atau pihak
yang jahat (dalam hal yang jahat).”
Sedangkan menurut Abdullah Dirroz,
perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya,
apabila memenuhi dua syarat yakni perbuatan-perbuatan itu dilakukan
berulangkali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Yang kedua
perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan-dorongan emosi jiwanya, bukan
karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang
lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang
indah.
Berpijak pada beberapa definisi yang
dikemukajan oleh para ulama diatas, pada hakikatnya yang dinamakan akhlak (budi
pekerti) itu adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan
cara yang spontan dan mudah tanpa di buat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Dari hal tersebut maka timbullah kelakuan yang baik dan teruji yang dinamakan
budi pekerti atau akhlak mulia dan sebaliknya apabila lahir kelakuan buruk maka
disebutlah budi pekerti yang tercela atau akhlak yang tercela.
Sedangkan kata karimah berasal dari bahasa
arab juga artinya terpuji, baik atau mulia. Berdasarkan pengertian kata akhlak
dan kata karimah, maka dapat penulis ambil kesimpulan bahwasannya yang dimaksud
akhlakul karimah adalah segala budi pekerti yang baik yang ditimbulkan manusia
tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang mana sifat itu dapat menjadi budi
pekerti yang utama dan dapat meningkatkan martabat manusia.
2. Fungsi Akhlakul Karimah
Akhlak bukanlah merupakan barang-barang mewah
yang mungkin tidak terlalu di butuhkan tetapi akhlak adalah merupakan
pokok-pokok kehidupan yang esensial, yang diharuskan agama sangat menghormati
orang-orang yang memilikinya. Oleh karena Islam datang untuk mengantarkan
manusia ke jenjang kehidupan yang gemilang dan bahagia serta sejahtera melalui
beberapa segi keutamaan akhlak yang luhur.
Djazuli dalam bukunya Akhlaq Dasar Islam
mengemukakan ada tiga kegunaan akhlakul karimah yaitu :
a. akhlak
yang baik harus ditanamkan kepada manusia supaya manusia mempunyai kepercayaan
yang teguh dan berpendirian yang kuat.
b. Sifat-sifat
yang terpuji atau akhlak yang baik merupakan latihan bagi pembentukan sikap
sehari-hari, sefat sifat ini banyak di bicarakan dan berhubungan dengan rukun
Islam sehari-hari, sifat-sifat ini banyak dibicarakan dan berhubungan dengan
rukun Islam dan ibadah seoperti : sholat, puasa, zakat, haji, shodaqoh, tolong
menolong dan sebagainya.
c. Untuk
mengatur hubungan yang baik antara manusia dengan Allah dan manusia dengan
manusia.
Kegunaan yang pertama berhubungan dengan iman
yaitu mengetahui dan meyakini akan ke Esaan Allah SWT sedangkan kegunaan yang
kedua berhubungan dengan ibadah yang merupakan perwujudan dari iman. Bila kedua
hal ini terpisah dari budi pekerti (akhlak) pastilah akan merusak kemurnian
jiwa dan kehidupan manusia.
Dalam mempergunakan dan menjalankan bagian
akidah dan ibadah perlu untuk berpegang teguh dalam mewujudkan bagian lain yang
disebut dengan akhlakul karimah. Sejarah telah membuktikan bahwa kebahagiaan di
segenap kehidupan hanya diperoleh dengan berakhlak mulia.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ambil
suatu kesimpulan bahwa akhlakul karimah perlu ditanamkan pada manusia agar
dalam menjalankan kehidupannya dia akan hidup tenteram dan akhlakul karimah
dapat berfungsi sebagai pedoman tingkah laku manusia.
3.)Tujuan Pembinaan Akhlakul Karimah
Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan
dengan sadar, berencana, teratur dan terarah serta bertanggung jawab untuk
mengembangkan kepribadian dengan segala aspeknya.
Yang dimaksud dengan kepribadian adalah
kepribadian yang sempurna. Menurut Ali Al-Qodli, kepribadian yang sempurna itu
adalah :
a. kepribadian
yang mantap, yang sanggup memproduksi hal-hal yang rasional selaras dengan
batas-batas kemampuan bakatnya.
b. Sanggup
mempererat hubungan yang sehat dengan segala lapisan masyarakat.
c. Sanggup
menanggung beban kehidupan dengan rasa tanpa adanya kontradiksi di dalam
tingkah lakunya.
Jadi tujuan dari pembinaan akhlakul karimah
disini adalah untuk membentuk pribadi-pribadi yang sempurna yang dapat
dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan masyarakat dan negara.
4.) Sumber Hukum Akhlakul karimah
Apabila di perhatikan kehidupan lingkungan
umat manusia maka akan di jumpai tingkah laku manusia yang bermacam-macam yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainya, bahkan dalam penilaian tentang
tingkah laku itu berbeda tergantung pada batasan pengertian baik dan buruk
dalam suatu lapisan masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan norma. Dan
norma inilah yang menjadi sumber hukum akhlak seseorang.
Namun yang penulis maksud dengan sumber akhlak
yang didasarkan pada norma-norma ajaran Islam yaitu norma yang datangnya dari
allah SWT dan Rasulnya dalam bentuk ayat-ayat Al-Qur’an dan pelaksanaanya di
lakukan oleh Rasulullah. Sumber itu adalah hukum Al-qur’an dan al-Hadist yang
mana kedua sumber ini merupakan hukum ajaran Islam.
Disamping kedua sumber hukum ajaran Islam yang
disebut di atas, sumber hukum akhlak juga didasarkan pada hasil pemikiran Ulama
dan filosof. Jadi dengan demikian yang menjadi sumber hukum akhlakul karimah
itu ada tiga yaitu Al-qur’an, al-Hadist dan hasil pemikiran para Ulama’ dan
filosof.
Sehubungan dengan sumber hukum akhlakul
karimah diatas, banyak ayat –ayat al-qur’an dan Hadist nabi yang menjadi dasar
hukum akhlak di antaranya adalah :
a. surat Al-Qalam ayat 4:
Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung.”
b. Sedangkan hadist nabi yang menjadi dasar
sumber hukum akhlak adalah:
عَنْ ابى هُرَيْرَةَ رَضِِى الله عَنْهُ قَلَ : قَا
ل رسُو لَ اللهِ صلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ انَّمَا بُعِثْتُ لا تََمُّمَ مَكَا رمَ
الأ خلا ق
(رواهاحمد)
Artinya : “Dari abu Hurairah r.a berkata :
bahwa rasullullah bersabda : sesungguhnya aku diutus ke muka bumi adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang baik. (H.R. Ahmad)
Itulah sebagian ayat-ayat al-qur’an dan Hadist
nabi yang dapat penulis kemukakan sebagai sumber hukum akhlak yang mulia atau
akhlakul karimah, dimana kesemuanya itu mencerminkan atau tercermin dalam
kepribadian Rasullullah.
5)Dasar Pembinaan Akhlakul Karimah
Dasar Pembinaan Akhlakul karimah ini penulis
bagi ,menjadi dua yaitu dasar agama yang di ambil dari Al-Qur’an dan Hadist
Nabi, sedangkan dasar yang kedua adalah dasar yuridis Nasional.
A. al-Qur’an yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Hadist nabi.
a. Al-qur’an:
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.
41. telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).
b.) Sunnah/Hadist Nabi
قا ل رسو ل الله صلى الله علهوسلم كَان خُلسقه القران(رواه
البخار ومسلم)
Artinya : “Akhlaknya Rasullullah adalah
Al-Qur’an.” (H.R. Buchori-Muslim)
Yang dimaksud dengan akhlak Al-Qur’an disini
adalah bahwasannya setiap perilaku, perintah dan larangan Rasullullah itu
selalu berpegang pada ada apa yang terdapat dalam isi kandungan Al-Qur’an. Jadi
pribadi beliau adalah realisasi dan manifestasi dari ajaran Al-Qur’an.
B. Dasar Yuridis
a). Negara berdasarkan atas asas Ketuhanan
Yang Maha Esa.
b). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya itu.
c). Undang-undang RI. Nomor 2 tahun 1989
tentang system pendidikan nasional Bab XI, pasal 39 ayat 2 yang berbunyi:
isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat:
1. Pendidikan
pancasila.
2. pendidikan
agama.
3. Pendidikan
kewarganegaraan. Menurut isi undang-undang di atas bahwasannya pendidikan agama
itu merupakn unsur utama dari pendidikan nasional. Oleh karena itu semua jenis
dan jenjang pendidikan mulai dari tingkat kanak_kanak (TK) sampai ke tingkat
perguruan tinggi harus mengajarkan tentang pendidikan agama.
6.) Macam-Macam Akhlakul Karimah
Sebagaimana telah penulis uraikan di atas,
bahwa akhlak mempunyai perilaku atau tabiat, sehingga akhlak merupakan ukuran
dari segala perbuatan manusia atau merupakan alat pengontrol tiap perbuatan
manusia. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya dalam pembahasan selanjutnya
penulis akan menguraikan macam-macam tentang akhlak.
a. Mahmudah (akhlak yang baik)
Akhlak mahmudah artinya akhlak yang baik yang
telah dimiliki Nabi Muhammad SAW yang patut kita contoh.
1. Al-amanah
artinya Jujur, dapat dipercaya
Seorang mukmin hendaknya berlaku amanat, jujur
dengan segala anugrah Allah SWT kepada dirinya, menjaga anggota lahir dan anggota
batin dari segala maksiat serta mengerjakan perintah-perintah Allah SWT.
2. Al-Aliefah
artinya disenangi
Orang yang bijaksana tentulah dapat menyelami
segala anasir yang hidup di tengah masyarakat, menaruh perhatian kepada segenap
situasi dan senantiasa mengikuti setiap fakta dan keadaan yang penuh dengan
aneka percobaan.
3. Al-Afwu
artinya pemaaf
Manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah.
Maka apabila orang berbuat sesuatu terhadap dirimu yang mungkin karena khilaf
atau salah, maka patutlah engkau memaafkannya.
4. Anie
Satun artinya manis muka.
Dengan manis muka, senyum yang menghiasi bibir
lawanmu akan jatuh tersungkur mengaku kalah dan engkau akan selalu digemari
orang.
5. Al-Khairu
artinya kebaikan atau baik.
Sudah tentu tiada patut engkau hanya pandai
menyuruh orang lain saja berbuat baik, sedangkan engkau sendiri enggan
mengerjakannya, dari itu mulailah dengan dirimu sendiri berbuat baik.
6. Al-Khusyu’
artinya tekun sambil menundukkan diri.
Kerjakanlah Ibadah dengan merendahkan diri,
menundukkan hati, tekun dan tetap, senantiasa bertasbih, bertakbir, bertahmid,
bertahklil, memuja asma Allah, menundukkan hati keopada-Nya, khusyu’ di kala
sembahyang, memelihara penglihatan, menjaga kehormatan, jangan berjalan dimuka
bumi Allah ini dengan sombong.
7. Adh
Dfhiyaafah artinya menghormati tamu.
Menghormati tamu adalah suatu ciri orang yang
benar-benar beriman kepada Allah SWT.
8. Al-Khufran
artinya suka memberi maaf.
9. Al-Hayaau
artinya malu kalau dirinya di cela.
Orang yang memiliki sifat ini, semua anggotanya
gerak-geriknya akan senantiasa terjaga dari hawa nafsu, karena setiap akan
mengerjakan perbuatan yang rendah, ia tertegun, tertahan dan akhirnya tiada
jadi, karena desakan malunya, takut mendapat nama yang buruk, takut menerima
siksaan Allah SWT kelak di akhirat.
10. Al-Hilmu
artinya menahan diri dari berlaku maksiat.
Manusia dijadikan indah susunan anggota
lainnya, kesempurnaan lahir itu hendaknya diikuti pula dengan kebersihan
bathin, di antaranya menahan diri dari maksiat, baik maksiat dhohir maupun
maksiat bathin, agar kesucian diri tetap terpelihara.
11. al_Hukmu
Bil’adli artinya menghukum secara adil.
Adil dalam setiap sikap artinya memberikan hak
kepada yang mempunyai, adil terhadap sesama manusia dalam perkataan atau
perbuatan.
12. al-Ikhaaau
artinya menganggap bersaudara.
Persaudaraan Islam, tidaklah terikat oleh
batas kebangsaan-nasionalitas, tetap lebih luas lagi, ia merupakan keseluruhan
di muka bumi, siapa saja yang beriman adalah saudara bagi yang lain, walaupun
berlainan suku, bangsa atau ras sekalipun.
13. Al-Ihsan
artinya berbuat baik.
Ihsan adalah berbuat baik dalam ketaatan
kepada Allah SWT
14. Al
Ifafah artinya memelihara kesucian diri.
Sederhanakalah terhadap ketenangan dan
tundukkan mafsu kepada akal, sebab sebagian besar keburukan-keburukan itu
disebaban orang tiada sanggup mengendalikan nafsunya.
15. Sal-Muruuah
artinya berbudi tinggi.
Sifat Muruuah artinya berbudi tinggi, kesatria
dalam membela yang benar, malu dan tidak puas bila maksud belum tercapai
16. An-Nadhaafah
artinya bersih.
Membersihkan badan, pakaian, tempat tinggal
adalah suruhan agama, maka seyogyanya manusia membersihkan badannya dengan
mandi.
17. Ar-Rahmah
artinya belas kasih.
Batas kasih sayang yang engkau terima dari
orang lain, lebih banyak jumlahnya daripada belas kasih yang pernah engkau
berikan kepada orang lain.
18. As-Sakhaau
artinya pemurah.
Pemurah adalah memberikan harta sebagai
tambahan dari yang wajib dan ini adalah sifat yang baik, perangai yang terpuji
19. As-Salaam
artinya kesentosaan
Kesentosaan di katakana kepada orang yang
berjiwa tenang , tentram dan damai.
20. As-Shalihat
artinya beramal saleh.
21. Ash
Shabru artinya sabar.
Sabar bukan berarti menyerah tanpa syarat,
tetapi sabar adalah terus berusaha dengan hati yang tetap, berikhtir, sampai
cita-cita dapat berhasil.
22. Ash-Shidqatu
artinya benar dan jujur
Benar atau jujur adalah alat tercapainya
keselamatan, keberuntungan dan kebahagiaan
23. Asy-Syaja’ah
artinya pemberani / berani.
Berani adalah keteguhan hati dalam membela dan
mempertahankan yang benar.
24. At-Ta’aawun
artinya bertolong-tolongan.
Bertolong-tolongan adalah ciri kehalusan budi,
kesucian jiwa, ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman.
25. At-Tadhararu’
artinya merendahkan diri kepada ASllah SWT.
Beribadat, berdo’a atau memohon kepada Allah
SW hendaknya merendahklan diri kepada-Nya.
26. At-Tawaadhu’
artinya merendahkan diri terhadap sesama manusia.
Tawaadhu’ adalah memelihara pergulan dan
hubungan dengan sesama manusia tanpa perasaan kelebihan diri dari orang lain
serta tidak merendahkan orang lain.
27. Qana’ah
artinya merasa cukup dengan apa yang ada.
Qana’ah itu adalah qana’ah hati, bukan qana’ah
ikhtiar, jadi berusaha dengan cukup, bekerja dengan giat, sebab hidup berarti
bekerja, jangan sekali-kali kaku dalam menghadapi hidup.
28. Izzatun
Nafsi artinya berjiwa kuat.
Dengan jiwa yang kuat manusia akan memperoleh
kehormatan dan kemulyaan di dunia dan akherat.
Pengertian puasa dalam kaidah bahasa bisa
diartikan sebagai menahan. Menahan di sini, yaitu menahan dari hal-hal yang
masuk ke dalam mulut dalam bentuk makanan dan minuman, bahkan juga diartikan
menahan dari perbuatan dan bicara.
Dalam petikan surat Maryam ayat 26 dijelaskan
bahwa, ”Sesungguhnya aku telah Aku telah bernazar berpuasa demi Tuhan yang Maha
Pemurah, bahwasanya Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada
hari ini."
Puasa
Sementara Pengertian puasa menurut secara
syariah Islam disepakati para ulama, yaitu menahan dari apa pun yang
membatalkan puasa, disertai niat untuk berpuasa dari terbit fajar sampai
tenggelam matahari (maghrib). Ada pula sebagian ulama yang mendefinisikan
kata-kata ’membatalkan puasa’ itu sebagai perbuatan dua anggota badan, yaitu
perut dan alat kelamin.
Dalam selain agama Islam, dikenal pula
kegiatan puasa. Para pendeta, misalnya senantiasa melaksanakan puasa untuk
menambah pahala, kaum Yahudi pun mengenal puasa bicara. Puasa bagi umat Buddha
dan sebagian Yahudi merupakan bagian dari kegiatan bertapa.
Bagi umat muslim, salah satu hikmah
melaksanakan puasa adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan
memperoleh derajat yang agung di hadapan Allah Swt berupa ketakwaan. Hal ini
seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183, yang artinya,
”Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
telah diwajibkannya atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”
Selain puasa sebulan penuh pada bulan
Ramadhan, umat muslim mengenal puasa lain yang sifatnya sunah, seperti puasa
Senin-Kamis, yakni puasa setiap hari Senin dan Kamis saja. Karena sifatnya
puasa sunah, maka tidak ada kewajiban dan paksaan dalam pelaksanaannya.
Di samping puasa Senin-Kamis dikenal pula
puasa nazar, yaitu puasa atas sebab atau tujuan tertentu yang diniatkan akan
berpuasa apabila sebab-sebab itu terjadi. Misalnya, seseorang bernazar ”Saya
akan puasa seminggu penuh kalau diterima jadi pegawai negeri sipil”. Setelah ia
berhasil menjadi PNS, maka terkena hukum wajib untuk puasa seminggu penuh
tersebut sampai kapan pun dan akan menjadi utang manakala belum dilaksanakan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila
seseorang tidak dapat melaksanakan puasa nazar, maka ia wajib memerdekakan
budak sahaya atau kalau tidak ada, ia wajib memberi makan dan pakaian kepada
sepuluh orang miskin.
Puasa-puasa sunah lain di antaranya adalah
puasa nisfu Sya’ban yang dilaksanakan pada awal atau pertengahan bulan Sya’ban,
puasa pertengahan bulan, puasa Asyura yang dilaksanakan setiap tanggal 10
Muharam, puasa Arafah yang dilaksanakan pada tanggal 9 bulan Haji untuk orang yang
tidak sedang melaksanakan haji, atau puasa 6 hari di bulan Syawal sebagai puasa
sunah penyempurna ibadah puasa Ramadhan.
Puasa Bagi Kehidupan Manusia
Kemampuan setiap orang dalam mengendalikan
dirinya merupakan aspek penting dalam pergaulan manusia untuk menuju tata
kehidupan yang harmonis, penuh tenggang rasa, dan cinta kasih. Dengan argumen
demikian, semakin terlihatlah bahwa arti puasa memiliki peran penting dalam
kehidupan manusia.
Puasa bukanlah sekadar menahan rasa lapar dan
haus atau sebuah tindakan yang seolah-olah menunjukkan sikap empati terhadap
orang-orang yang sedang mengalami kelaparan, sehingga pada saat waktu puasa
berakhir, terkadang kita jadi sedikit berlebihan dalam hal makan dan minum.
Selain itu, berlebihan juga untuk menunjukkan
bahwa berpuasa adalah suatu tindakan untuk menunjukkan sikap empati kita kepada
orang-orang yang kelaparan. Puasa kita memiliki batas akhir waktu dan kita
punya makanan untuk mengakhiri puasa. Namun, puasa orang-orang yang sedang
kelaparan tidak memiliki kejelasan akan batas akhir waktu. Begitu pula dengan
persediaan makanan untuk mengakhirkan puasanya.
Puasa bagi umat Islam adalah menahan diri dari
makan dan minum, serta menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa.
Waktunya dimulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Itu pun harus
disertai niat dan syarat-syarat tertentu.
Di dalam agama Islam, puasa adalah salah satu
rukun Islam yang ketiga, yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Banyak jenis
puasa yang ada di dalam ajaran agama Islam, ada yang wajib dilaksanakan dan ada
yang sunah untuk dilaksanakan. Salah satu puasa wajib bagi umat Islam adalah
puasa Ramadhan.
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan oleh semua
umat Islam, kecuali orang-orang yang dibolehkan untuk tidak berpuasa, tapi itu
juga harus dibayar pada hari lain, selain bulan Ramadhan.
Puasa sunah boleh dikerjakan dan boleh juga
tidak. Apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak
dikerjakan tidak apa-apa. Contoh puasa sunah adalah puasa hari senin dan kamis
atau puasa arafah.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari
berpuasa. Sebagai umat Islam puasa di bulan Ramadhan tidak hanya menahan lapar
dan haus saja, tapi juga menahan lainnya, seperti yang sudah disebutkan
tersebut. Berikut ini adalah manfaat dari berpuasa bagi diri kita sendiri.
Pengertian puasa yang pertama adalah komitmen
bahwa kita akan belajar jujur pada diri sendiri. Seseorang yang menjalani puasa
secara ikhlas akan bersikap enggan untuk membohongi diri sendiri. Sekalipun
tidak ada orang yang melihat, dia tidak akan mencuri-curi kesempatan untuk
makan dan minum atau melakukan hal lain yang dapat membatalkan puasanya.
Sikap ini didorong oleh keinginan untuk
mendapatkan suatu kepuasan batin. Apabila ada seseorang yang mengaku berpuasa,
namun tidak memiliki kejujuran pada dirinya sendiri, mungkin dia akan
mendapatkan pengakuan kesalehan dari orang lain. Namun, jauh dilubuk hatinya,
pengakuan yang dia dapat dari orang lain itu tidak akan pernah mendatangkan
kepuasan bagi batinnya.
Kemenangan hakiki dalam setiap pertarungan
hanya akan bisa memuaskan batin, jika didapat dengan cara-cara yang jujur. Di
luar itu, kemenangan hanya akan jadi realitas semu. Demikian juga dalam
pertarungan melawan hawa nafsu, hanya kita sendiri yang tahu. Dengan cara apa
kita berhasil memenangkannya? Cara jujur atau curang?
Mengingat Pertian puasa adalah komitmen bahwa
kita akan bersikap jujur pada diri sendiri, andai kita berbuat curang, dengan
sendirinya kita telah berada di luar komitmen tersebut. Otomatis puasa yang
kita jalani akan jadi kehilangan makna dan pahalanya tidak ada.
Bagaimana orang-orang yang sedang menjalankan
ibadah puasa, tapi melakukan tindakan yang tidak jujur, seperti mencuri. Hal
tersebut dikembalikan lagi kepada pribadinya sendiri, apakah dia memahami arti
puasa itu sendiri.
Jangan mencontoh pada yang buruk, tapi
contohlah yang baik. Laksanakanlah puasa dengan kejujuran dan hasil yang kita
dapat pun akan terasa ketika waktu berbuka puasa tiba.
Melatih anak berpuasa sejak dini juga, dapat
melatih anak tersebut untuk bersikap jujur. Hal tersebut membuat anak menjadi
mengerti apa arti berpuasa di kemudian harinya.
Pengertian puasa yang kedua adalah
pengendalian diri (self control). Ketika menjalani puasa, kita akan berhadapan
dengan hal-hal yang sebenarnya dihalalkan bagi kita. Namun, karena kita sedang
berpuasa, hal-hal yang halal tersebut untuk sementara waktu diharamkan bagi
kita. Kita pun dengan suka rela menerima ketentuan ini.
Kita tidak boleh memakan dan meminum semua
makanan dan minuman halal yang kita punyai. Kita juga dilarang melakukan
hubungan suami istri dengan pasangan hidup kita yang sah. Anehnya, kita tidak
berkeberatan dengan hal itu. Bahkan,
mematuhinya. Kenapa?
Karena kita betul-betul menyadari tentang arti
puasa bahwa mengendalikan diri adalah aspek penting bagi kehidupan manusia.
Tanpa adanya kemampuan dalam mengendalikan diri, sangat sulit untuk membedakan
mana manusia dan mana binatang.
Bisa dibayangkan jika setiap orang sanggup
untuk mengendalikan dirinya, sanggup untuk mengendalikan keinginannya dalam
kehidupan sehari-hari, dunia ini akan tentram tanpa kejahatan. Bayangkan,
dengan berpuasa, seseorang bisa menerima ketentuan yang mengharamkannya untuk
menikmati sesuatu yang sebenarnya halal baginya.
Dengan hal tersebut, sesuatu yang benar-benar
haram pasti akan segera ditinggalkan. Bukannya mencari dalih bagaimana caranya
menghalalkan sesuatu yang nyata-nyata haram supaya bisa dikorupsi secara aman.
Dengan rajin beribadah puasa, manusia bisa
terhindar dari segala macam penyakit hati, seperti sombong, kikir, iri hati,
dendam, dan sebagainya. Hati kita akan tentram dan damai, apabila kita bisa
mengendalikan diri kita.
KEPRIBADIAN
DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Manusia Menurut Pandangan Islam
Allah SWT menciptakan struktur kepribadian
manusia dalam bentuk potensial. Struktur itu tidak secara otomatis bernilai
baik ataupun buruk, sebelum manusia berusaha mengaktualisasikan. Aktualisasi
struktur sangat tergantung pada pilihan manusia, yang mana pilihannya itu akan
dimintai pertanggungjawaban diakhirat kelak. Upaya manusia untuk memilih dan
mengaktualisasikan potensi itu memiliki dinamika proses, seiring dengan
variabel-variabel yang mempengaruhi.
1. Manusia Adalah Makhluk Allah
Keberadaan manusia di dunia ini bukan kemauan
sendiri, atau hasil proses evolusi alami, melainkan kehendak Yang Maha Kuasa,
Allah Robbul ‘Alamin. Dengan demikian, manusia dalam hidupnya mempunyai
ketergantungan (dependent) kepada-Nya. Manusia tidak bisa lepas dari
ketentuan-Nya. Sebagai makhluk, manusia berada dalam posisi lemah (terbatas),
dalam arti tidak bisa menolak, menentang, atau merekayasa yang sudah
dipastikan-Nya.
Dalam Al-Qur’an, Surat at-Tin: 4, Allah SWT
berfirman:
“sungguh kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sangat baik (sempurna)”.
Manusia adalah makhluk Allah, ciptaan Allah,
dan secara kodrati merupakan makhluk beragama atau pengabdi Allah, seperti
tercermin dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut.
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah,
kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (H.R.
Muslim).
Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia
bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai
berikut.
(Q.S. Adz Dzariyat: 56).
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali
supaya mereka beribadah kepada-Ku”
2. Manusia Adalah Khalifah di Muka Bumi
Hal ini berarti, manusia berdasarkan fitrahnya
adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (mementingkan/membantu orang lain).
Menilik fitrahnya ini, manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk
bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang
lain atau lingkungannya. Sebagai khalifah manusia mengemban amanah, atau
tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif
dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera; dan
berupaya mencegah (preventif) terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan
perusakan lingkungan hidup (regional-global).
Dalam Surat Al-Baqarah: 30 difirmankan sebagai
berikut:
“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat sesungguhnya aku menciptakan khalifah di muka bumi”.
Selanjutnya dalam Surat Hud: 61 difirmankan:
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka
Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan
menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian
bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi
memperkenankan (do'a hamba-Nya)”
Manusia menciptakan kebudayaan dengan segala
unsurnya (ilmu, teknologi, seni, dan sebagainya) agar mampu mengelola alam itu
dengan sebaik-baiknya. Manusia menurut islam merupakan “khalifah di muka bumi”.
Artinya manusia berfungsi sebagai pengelola alam dan memakmurkannya. Ini
tersurat dan tersirat dari firman Allah sebagai berikut. (Q.S. Fatir: 39).
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah di muka
bumi (Q.S. Fatir: 39). Selanjutnya Allah berfirman: Dan Dia menundukkan untukmu
apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya, sebagai
rahmat dari-Nya (Q.S. Al-Jasiyah: 3).
3. Manusia adalah Makhluk yang Mempunyai
Fitrah Beragama
Melalui fitrahnya ini manusia mempunyai
kemampuan untuk menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, dan
sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai tolak ukur atau rujukan
perilakunya.
Allah SWT berfirman: “.......bukanlah Aku ini
Tuhanmu? Mereka menjawab, ya kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami”.
(Al-‘Araf: 172).
4. Manusia Berpotensi Baik (Takwa) dan Buruk
(Fujur)
Manusia dalam hidupnya mempunyai dua
kecenderungan atau arah perkembangan, yaitu takwa, sifat positif (beriman dan
beramal shaleh) dan yang fujur, sifat negatif (musyrik, kufur, dan berbuat
ma’syiat/jahat/buruk/dzalim). Dua kutub kekuatan ini, saling mempengaruhi.
Kutub pertama mendorong individu untuk berperilaku yang normatif (merujuk
nilai-nilai kebenaran), dan Kutub lain mendorong individu untuk berperilaku
secar inpulsif (dorongan naluriah, instinktif, hawa nafsu). Dengan demikian,
mmanusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan pada situasi konflik antara
benar-salah atau baik-buruk.
Dalam Surat Asy-Syamsu: 8-10, difirmankan:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia
sifat fujur dan takwa. Sungguh bahagia orang yang mensucikan jiwanya, dan
sungguh celaka orang yang mengotori jiwanya”.
5. Manusia Memiliki Kebebasan Memilih (Free
Choice)
Dalam surat Ar-Ra’du: 11, Allah berfirman:
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa
yang dimiliki (termasuk dirinya) suatu kaum, sehingga mereka sendiri mengubah
(berinisiatif merekayasa) dirinya sendiri”.
Manusia diberi kebebasan untuk memilih
kehidupannya, apakah mau beriman atau kufur kepada Allah. Apakah manusia akan
memilih jalan hidup yang sesuai dengan ajaran agama atau memperturutkan hawa
nafsunya. Dalam hal ini, manusia mempunyai kemampuan untuk berupaya menyelaraskan
arah perkembangan dirinya dengan tuntutan normatif, nilai-nilai kebenaran, yang
dapat memberikan kontribusi atau nilai manfaat bagi kesejahteraan umat manusia;
juga memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang berseberangan dengan
nilai-nilai agama, sehingga menimbulkan suasana kehidupan (personal-sosial)
yang chaos, anarki, destruktif atau tidak nyaman.[1]
B. Definisi Kepribadian Islam
1. Makna Etimologi Kepribadian Islam
Personality berasal dari kata “person” yang
secara bahasa memiliki arti: (1) an individual human being (sosok manusia
sebagai individu); (2) a common individual (individu secara umum); (3) a living
human body (orang yang hidup); (4) self (pribadi); personal existence or
identity (eksistensi atau identitas pribadi); dan (6) distinctive personal
character (kekhususan karakter individu).
Sedangkan dalam bahasa Arab , pengertian
etimologis kepribadian dapat dilihat dari pengertian dari term-term
pandangannya. Seperti huwiyah, aniyah, dzattiyah, nafsiyyah, khuluqiyyah, dan
syakhshiyyah sendiri. Masing-masing term ini meskipun memiliki kemiripan makna
dengan kata syakhshiyyah, tetapi memiliki keunikan tersendiri.[2] Oleh sebab
itu dirasa perlu untuk menjelaskan masing-masing term tersebut dan kemudian
memilih satu diantaranya untuk mewakili padanan term personality.[3]
Pertengahan abad XIX didakwahkan sebagai abad
kelahiran psikologi kepribadian kontemporer didunia Barat. Saat inilah
Psikologi Kepribadian (dalam arti, personologi) dinobatkan sebagai disiplin
ilmu yang mandiri. Bersamaan abd ini pula, umat Islam telah abngun dari tidur
panjangnya. Mereka mencoba berbenah diri untuk mengejar ketinggalan yang ada,
khususnya dibidang sains. Oleh keadaan yang masih transisi inilah maka umat
Islam kurang berminat menggali khazanahnya sendiri. Mereka lebih muncul
kemudian adalah diskursus-diskursus keilmuan Islam modern (baik filsafat maupun
psikologi) lebih akrab menggunakan istilah syakhshiyyah (personality) dari pada
khuluq (karakter). Pemilihan term ini bukan tidak beralasan bahkan suatu
kesengajaan. Tujuan utamanya adalah agar diskursus ilmu keislaman lebih dikenal
oleh dunia lain. Isi dan substansinya mencerminkan nilai-nilai universal Islam,
sementara simbol dan “bungkus”nya mengadopsi dari Barat.
Perubahan semantik ini apakah tidak mengubah
konsep aslinya, sedangkan kedua term itu jelas-jelas dibedakan dalam diskursus
psikologi. Terlebih lagi jika term itu dihadapkan pada orang awam, apakah hal
itu tidak semakin memasukkannya kedalam “liang biawak”.
Nabi Adam a.s.. pertama kali diajarjakn ilmu
oleh Allah SWT hanya dengan asma’ (nama-nama) (QS Al Baqarah[2]:30). Bukankah
hal ini menunjukkan pentingnya sebuah nama? Nama identik dengan terminologi,
dan terminilogi ekuivalen dengan konsep, sedangkan konsep merupakan produk
penting dari akal budi manusia. Melalui sebuah nama seringkali seseorang menemukan
gambaran mengenai karakteristik sesuatu, minimal mengetahui apa dan siapa yang
diberi nama itu. Nama menunjukkan identitas dan eksis-nya sesuatu.[4]
Terlepas dari segala kelemahan dan kelebihan
masing-masing term tersebut, penulisan dalam konteks ini lebih cenderung
menggunakan istilah syakhshiyyah (lengkapnya syakhshiyyah islamiyah) untuk
padanan personality. Selain secara psikologis sudah popular, term ini
mencerminkan makna kepribadian lahir dan batin. Ia tidak dipahami kecuali
dengan makna kepribadian. Sedangkan khuluq memiliki ambiguitas makna, dan
secara psikologis kurang popular didalam diskursus komtemporer. Pemilihan term
ini hanya berkaitan dengan “penyebutan” bukan berkaitan dengan substansi
konseptulnya.
2. Makna Terminologi Kepribadian Islam
Pengertian kepribadian dari sudut terminologi
memiliki banyak definisi, karena hal itu berkaitan dengan konsep-konsep empiris
dan filosofis tertentu yang merupakan bagian dari teori kepribadian.
Konsep-konsep empiris dan filosofis disini meliputi dasar-dasar pemikiran
mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan
metodologi yang dipakai rumus. Oleh sebab itu, tidak satupun definisi yang
subtantif kepribadian dapat diberlakukan secara umum, sebab masing-masing
definisi dilatar belakangi oleh konsep-konsep empiris dan filosofis yang
berbeda-beda. Dengan begitu tidak berkelebihan jika Allport-- dalam studi
kepustakaannya—menemukan sejumlah 50 definisi mengeinai kepribadian yang
berbeda-beda yangdigolongkan kedalam sejumlah kategori.
Dengan meminjam definisi Allport, kepribadian
secara sederhana dapat dirumuskan dengan definisi “what a man really is”
(manusian sebagai mana adanya). Maksudnya, manusia sebagaimana sunnah atau
kodratnya, yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Definisi yang luas dapat berpijak
pada struktur kepribadian, yaitu integrasi sistem kalbu, akal dan hawa nafsu
manusia yang menimbulkan tingkah laku. “definisi ini sebagai bandingan dengan
definisi yang dikemukakan oleh para psikolog psikoanalitik seperti Sigmun Freud[5]
dan Cherly Gustav Jung[6].
Dalam diri manusia terdapat elemen jasmani
sebagai strukturbiologis kepribadiannya dan elemen ruhani sebagai struktur
psikologis kepribadiannya. Sinergi kedua elemen ini disebut dengan nafsani yang
merupakan struktur psikofisik kepribadain manusia. Struktur nafsani memiliki
tiga daya, yaitu (1) qolbu yang memiliki fitrah keTuhanan (ilahiyah) sebagai
aspek supra—kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya emosi (rasa); (2)
akal yang memiliki fitrah kemanusiaan (isaniah) sebagai aspek kesadaran manusia
yang berfungsi sebagai daya kognisi (cipta); dan (3) nafsu yang memiliki fitrah
kehewanan (hayawaniyyah) sebagai aspek pra atau bawah-kesadaran manusia yang
berfungsi sebagai daya konasi (karsa).
Jadi, dari sudut tingkatnya maka kepribadain
itu merupakan integrasi dari aspek-aspek supra-kesadaran (KeTuhanan), kesadaran
(kemanusiaan), dan pra—atau bawah kesadaran (kebinatangan). Sedang dari sudut
fungsinya, kepribadain merupakan integrasi dari daya-daya emosi, kognisi, dan
konasi, yang terwujud dalam tingkah laku luar (berjalan, berbicara, dsb) maupun
tingkah laku dalam (pikiran, perasaan, dsb).
3. Makna Psikologi Kepribadian Islam
Perumusan makna psikologi kepribadian Islam
memiliki arti bagaimana Islam mendefinisikan kepribadian dari sudut pandang
psikologis. Frame kajiannya tetap pada studi Islam yang menelaah terhadap
fenomena perilaku manusia dari sudut pandang psikologis, sebab satu-satunya
wacana yang eksis hanyalah Islam, sementara psikologi disini hanya satu pendekatan
studi dalam studi Islam.
Berdasarkan pengertian kepribadaian di atas
maka yang dimaksud dengan Psikologi Kepribadain Islam adalah “studi Islam yang
berhubungan dengan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis dalam
relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang Khalik-Nya agar dapat
meningkatkan kualitas hisup di dunia dan akhirat.” Rumusan tersebut memiliki
lima kompenen dasar yakni sebagai berikut.
Pertama, Studi Islam. Psikologi Kepribadian
Islam merupakan salah satu kajian dalam studi keislaman, bukan bagian dari
studi (atau cabang) psikologi. Sebagai disiplin ilmu keislaman, ia memiliki
kedudukan yang sama dengan disiplin keislaman yang lain, seperti teologi Islam,
hukum Islam, ekonomi Islam, kebudayaan Islam, polotik Islam, dan sebaginya.
Penggunaan term Islam disini memiliki arti corak, pola pikir, atau aliran dalam
psikologikepribadian, yang memiliki eksistensi unik dibading dengan aliran
psikologi kepribadian lain. Keunikannya baik dari aspek ontologi, epistimologi
maupun aksiologinya. Studi Islam di sini juga memiliki arti bahwa bangunan
kepribadain didasarkan atas Alquran, al-Sunnah,khazanah Islam sendiri, bukan
dari bangunan kepribadain Barat.
Kedua, yang berhubungan dengan tingkah laku,
manusia. Psikologi Kepribadain Islam mempelajari tingkah laku manusia. Dalam
bentuk potensial, seluruh tingkah laku manusiatelah memilki takdir atau
sunnatullah yang ditetapkan oleh Tuhan, meskipun takdir yang dimaksud memiliki
banyak pilihan. Namun dalam bentuk aktual, manusia diberi kebebasan untuk
mengekspresikannya, sehingga menimbulkan dinamika tingkah laku. Setiap tingkah
laku memilki citra (image) dan keunikan tersendiri sesuai sesuai apa yang
terdapat pada pelakunya. Tingkah laku disini bisa berupatingkah laku lahir
maupun tingkah laku batin atau kedua-duanya. Tingkah laku lahir ada yang
mencerminkan tingkah laku batinnya dan ada juga yang berbeda. Baik mencerminkan
atau tidak semuanya disebut dengan tingkah laku.
Ketiga, berdasarkan pendekatan psikolohid.
Studi tentang kepribadian dapat didekati dengan beberapa pendekatan, misalnya
filsafat, psikologi, antropologi, dan sebagainya. Psikologi Kepribadain Islam
merupaka\n studi kepribadain Islam yang dipandang dari sudut psikologi. Studi
ini setidak-tidaknya menggambarkan apa dan bagaimana tingkah laku manusia
menurut pandangan Islam yang ditimbulkan dari jiwanya.
Kempat, dalam relasinya dengan alam,
sesamanya, dan kepada Sang Khalik. Psikologi Kepribadain Islam mengkaji tingkah
laku manusia dengan berpijak pada fungsi kehidupan manusia. Manusia adalah
sebagai mandataris Sang Khalik untuk menjadai khalifah dimuka bumi. Dalam
bertingkah laku, manusia selain diberi potensi fitrah, juga memiliki relasi
sesamanya dan dikaruniai alam dan isinya untuk dikelola yang baik. Oleh karena
kedudukan ini maka setiap realisasi tingkah laku manusia merupakan cerminan
ibadah, baik berkaitang dengan Tuhan, diri sendiri, sesamanya, serta pada alam
semesta.
Kelima, untuk meningkatkan kebahagiaan hidup
didunia dan akhirat. Psikologi kepribadian Islam syarat akan nilai, yang dapat
menghantarkan kebahagiaan hidup manusia. Kebahagian yang dimaksud tidak
terbatas pada kebahagiaan duniawi yang sifatnya temporer dan semu, tetapi juga
kebahgiaan ukhrowi yang sifatnya abadi dan hakiki. Pda aspek ini, Psikologi
Kepribadain Islam bukan sekedar memotret dan mengidentifikasi tingkah laku
(bicara apa adanya), melainkan juga mengungkap bagaimana seharusnya tingkah
laku itu. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas norma-norma baik-buruk yang
telah ditetapka oleh Sang Khalik. Oleh karena tujuan ini maka studi Psikologi
Kepribadain Islam diharapkan memiliki implikasi penting dalam kehidupan
manusia.
Keluarga
Dalam Islam – Pengertian dan Perannya
Islam adalah agama yang mengatur segala sisi
kehidupan dan senantiasa menganjurkan umatnya untuk menjalin hubungan baik
dengan sesama manusia (baca fungsi agama dalam kehidupan). Dalam kehidupan
seorang manusia tidaklah hidup sendiri dan tentunya ia memiliki keluarga
meskipun tidak utuh. Seperti yang kita ketahui keluarga adalah lembaga terkecil
dalam masyarakat dimana seseorang tumbuh dan mendapatkan pendidikan dari
orangtuanya agar bisa menjalankan kehidupannya bermasyarakat.
ads
Sebuah keluarga terdiri dari suami, istri,
anak dan anggota keluarga lainnya yang masih terikat hubungan darah atau nasab
serta hubungan pernikahan (baca arti nasab dalam islam). Islam sendiri memiliki
kriteria tertentu untuk membangun dan menjalankan fungsi suatu keluarga. Lalu bagaimana
sebenarnya keluarga dalam islam dan apa yang menjadi landasan keluarga dalam
islam tersebut?
Arti Keluarga Dalam Islam
Dalam islam, keluarga memiliki sebuah arti
penting dimana keluarga merupakan bagian dari masyarakat islam dan dalam
keluargalah seseorang belajar mengenal islam sejak kecil.
Dibangun dengan pondasi pernikahan syar’i
Keluarga dalam islam merupakan rumah tangga
yang dibangun dari suatu pernikahan antara seorang pria dan wanita yang
dilaksanakan sesuai syariat agama islam yang memenuhi syarat pernikahan dan
rukun nikah yang ada. Pernikahan juga awal membangun rumah tangga islam dan
keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Adapun hal ini disebutkan dalam firman
Allah SWT berikut ini
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ
أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (Qs.Ar-Ruum : 21)
Keharmonisan dalam rumah tangga
Memiliki keluarga yang harmonis dan sesuai
dengan ajaran agama islam adalah dambaan setiap muslim dan untuk mewujudkannya
ada beberapa cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga tersebut. Keluarga
sakinah, mawaddah warahmah yang berarti keluarga yang penuh kasih sayang, cinta
dan ketentraman dibangun diatas nilai-nilai islam dan berawal dari pernikahan
yang hanya mengharap ridha Allah SWT. Dalam Alqur’an Allah SWt berfirman :
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
“Dan orang orang yang berkata : “Ya Tuhan
kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”. (QS Alfurqan : 74)
Peran Keluarga Dalam Islam
Sebuah keluarga memegang peranan penting dalam
kehidupan karena setiap manusia atau muslim tentunya berangkat dari sebuah
keluarga. Jadi bisa disimpulkan bahwa keluarga adalah tempat dimana pondasi
nilai-nilai agama diajarkan oleh kedua orangtua dan anggota keluarga lainnya
kepada seorang anak. Adapun peran keluarga dalam islam antara lain
Menanamkan ajaran islam
Meskipun tidak semua muslim mendapatkan
keislamannya dari keluarga yang melahirkannya, tetap saja keluarga adalah
tempat pertama dimana seorang anak belajar tentang agama islam. Dalam sebuah
keluarga, suami istri yang menikah akan menjalankan dan membangun rumah tangga
dengan ajaran agama islam dan hal tersebut juga akan diajarkan pada
anak-anaknya.
Dari sebuah keluarga, seorang anak akan melihat
bagaimana orangtuanya shalat, berpuasa, membaca alqur’an dan lain sebagainya.
Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah akan senantiasa menanamkan
iman dan membentuk anak-anaknya menjadi pribadi dengan akhlak dan budi pekerti
yang baik terutama saat bergaul dalam masyarakat (baca cara meningkatkan akhlak
terpuji dan pergaulan dalam islam). Sebagaimana disebutkan dalam dalil berikut
ini
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا
كَرِيمً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs Al isra : 23)
Memberikan rasa tenang
Keluarga adalah orang terdekat bagi setiap
manusia dan tempat mencurahkan segala isi hati maupun masalah. Keluarga juga
merupakan tempat berkeluh kesah bagi setiap anggotanya karena hanya keluargalah
yang ada dan senantiasa memberikan perhatian kepada setiap orang meskipun
keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda. Dalam Alqur’an sendiri disebutkan
bahwa keluarga yang sakinah adalah keluarga yang dipenuhi dengan ketentraman
dan ketenangan hati.
Menjaga dari siksa api neraka
Telah disebutkan sebelumnya bahwa keluarga
adalah tempat dimana nilai-nilai islam dan ajaran agama diajarkan untuk pertama
kali dan dalam keluarga juga, orangtua serta anak-anaknya akan menjaga satu
sama lain dari perbuatan maksiat dan saling mengingatkan. (baca cara mendidik
anak dalam islam) Seperti yang disebutkan dalam QS At Tahrim ayat 6 bahwa
seorang muslim harus menjaga dirinya dan keluarganya dari perbuatan dosa dan
siksa api neraka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ
شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang beriman ! Peliharalah dirimu
dan keluargamu dari (kemungkinan siksaan) api neraka, yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya adalah para malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ( QS Altahrim : 6).
Menjaga kemuliaan dan wibawa manusia
Menjaga nama baik keluarga adalah tugas setiap
manusia karena saat manusia berbuat kesalahan maka hal tersebut juga tidak
hanya ditimpakan pada dirinya melainkan juga kepada keluarganya. Memiliki
sebuah keluarga membuat seseorang bertanggung jawab tidak hanya pada dirinya
tetapi juga kepada keluarganya.
Seorang pria maupun wanita bisa menjaga
kehormatannya jika mereka menikah dan membangun sebuah keluarga sehingga
pernikahan tersebut bisa membantu seseorang memenuhi kebutuhannya tanpa harus
terperosok dalam maksiat seperti halnya perbuatan zina (baca cara bertaubat
dari zina dan hukum zina tangan) Seperti yang disebutkan dalam Surat Albaqarah
ayat 187 dikatakan bahwa suami istri adalah pakaian satu sama lain dan hal
tersebut artinya suami istri menjaga kehormatan keduanya satu sama lain.
Melanjutkan keturunan dan memperoleh
keberkahan
Salah satu tujuan pernikahan dan membentuk
keluarga adalah untuk memiliki keturunan yang baik dan saleh. Memiliki anak
yang saleh dan shalehah adalah karunia dan berkah Allah SWT kepada setiap
orangtua. Membangun sebuah rumah tangga dan keluarga pada dasarnya adalah jalan
menuju keberkahan karena didalam keluarga ada orangtua dan ridha Allah SWT
adalah juga merupakan ridha orangtua. (baca Keutamaan berbakti kepada orangtua)
Demikianlah arti keluarga dalam islam dan
peran keluarga dalam mewujudkan agama islam itu sendiri. Semoga bermanfaat.