Selamat datang di blog sederhana ini, jangan lupa meninggalkan komentar
WHAT'S NEW?
Loading...

Materi untuk Perlombaan Putri Muslimah SMAN 1 Baubau 2017/2018



Hijab

Arti sesungguhnya hijab dalam bahasa arab adalah penghalang. Kata penghalang tersebut tidak dijelaskan secara detail penghalang yang seperti apa. Sehingga hijab bisa diartikan sebagai kain penghalang yang menutupi seluruh aurat perempuan (kecuali wajah, kaki telapak tangan). Maka tidak heran apabila kata hijab diserap untuk mengkonsepkan penutup aurat, karena fungsinya untuk menghalangi dari godaan. Namun tidak ada salahnya apabila hijab juga dapat diartikan sebagai tirai penghalang, papan penghalang atau apapun yang berfungsi sebagai penghalang.
Di Indonesia, hijab adalah penutup aurat bagian kepala. Biasanya yang disebut hijab adalah kain yang berbentuk persegi panjang. Sudah banyak sekali jenis bahan hijab dengan motif dan warna yang berbeda beda. Penggunaan hijan sangatlah mudah, hanya dengan memberikan peniti atau jarum pentul, selebihnya kembali ke kreasi anda. Bahkan ada juga yang membuat tutorial hijab simple segi empat untuk membantu orang orang dalam membuat hijab masa kini.
Sedangkan jilbab dalam bahasa arab memiliki makna kain besar yang menutupi aurat wanita secara keseluruhan tanpa membentuk lekukan. Pengertian jilbab sendiri sudah dicantumkan dalam Al Quran yaitu pada surah Al Ahzab ayat 59 yang berbunyi “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri isterimu, anak anak perempuanmu dan isteri isteri orang mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berbeda dengan di Indonesia, jilbab seringkali digunakan untuk menyebutkan kain penutup kepala berbentuk persegi. Jilbab ada juga yang langsung tinggal dipakai tanpa perlu neko neko. Hingga kini sudah maju sekali perkembangan jilbab dengan motif mengikuti fashion terupdate. Jilbab juga memiliki kreasi kreasi yang disesuaikan dengan acara seperti tutorial hijab kerja segi empat dan tutorial hijab ombre. Oleh sebab itu jilbab dapat digunakan dalam segara acara baik formal maupun non formal, tinggal disesuaikan dengan motif, bahan maupun kreasi.

Hukum menggunakan hijab dan jilbab dalam Islam

Pengertian hijab dan jilbab telah dijabarkan diatas, kini akan kita ketahui besama hukum menggunakan hijab maupun jilbab. Pada pengertian jilbab sebenarnya sudah terlihat bahwa hukum memakai hijab bagi wanita adalah wajib. Dalam agama juga terdapat beberapa ketentuan ketentuan dalam menggunakan hijab maupun jilbab seperti hukum memakai hijab seperti punuk unta, hukum memakai hijab gaul, hukum memakai hijab fashion, hukum memakai hijab modern.
Dari pembahasan diatas dapat dikatakan bahwa pengertian hijab dan jilbab memiliki perbedaan baik secara etimologi maupun yang dipahami masyarakat Indonesia. Secara bahasa hijab adalah penghalang sedangkan jilbab adalah penutup. Semua jilbab adalah hijab tetapi tidak semua hijab adalah jilbab, karena hijab memiliki pemahaman yang lebih umum.
Di Indonesia sendiri, jilbab dan hijab berbeda apabila dilihat dari bentuknya. Hijab biasanya berbentuk persegi panjang dan jilbab biasanya memiliki bentuk persegi lalu dilipat menjadi segitiga atau jilbab yang langsung dipakai. Penggunaan jilbab biasanya digunakan pada institusi formal seperti sekolah, namun hijab kebanyakan dipadupadakan untuk fashion.
Cara berpakaian yang baik menurut Islam
macam fungsi pakaian, yakni sebagai penutup aurat, untuk menjaga kesehatan, dan untuk keindahan. Tuntunan Islam mengandung didikan moral yang tinggi. Dalam masalah aurat, Islam telah menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusar samapi kedua lutut. Sedangkan bagi perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

Mengenai bentuk atau model pakaian, Islam tidak memberi batasan, karena hal ini berkaitan dengan budaya setempat. Oleh karena itu, kita diperkenankan memakai pakaian dengan model apapun, selama pakaian tersebut memenuhi persyaratan sebagai penutup aurat.

Pakaian merupakan penutup tubuh untuk memberikan proteksi dari bahaya asusila, memberikan perlindungan dari sengatan matahari dan terpaan hujan, sebagai identitas seseorang, sebagai harga diri seseorang, dan sebuah kebutuhan untuk mengungkapkan rasa malu seseorang. Dahulu, pakaian yang sopan adalah pakaian yang menutup aurat, dan juga longgar sehingga tidak memberikan gambaran atau relief bentuk tubuh seseorang terutama untuk kaum wanita. Sekarang orang-orang sudah menyebut pakaian seperti itu sudah dibilang kuno dan tidak mengikuti mode zaman sekarang atau tidak modis. Timbul pakaian you can see atau sejenis tanktop, dll. Yang uniknya, semakin sedikit bahan yang digunakan dan semakin ketat pakaian tersebut maka semakin mahal pakaian tersebut. Ada seseorang yang berkata sedikit mengena, “Anak jaman sekarang bajunya kayak baju anak kecil, pantesan saya nyari baju anak rada susah, berebut ama orang dewasa.” Memang tidak salah dia mengatakan hal seperti itu, toh, itu memang kenyataan. Padahal jika kita tidak bisa menjaga aurat kita, kita akan kerepotan. Sangat tidak mungkin kita akan mengumbar aurat di depan umum, jika hal tersebut dilakukan, maka kita bisa disebut gila. Mau tidak anda disebut gila?

Anehnya, sekarang banyak kaum wanita terutama muslimah yang belomba-lomba untuk memakai pakaian yang katanya modis tersebut. Pakaian tersebut sebenarnya digunakan oleh para (maaf) PSK dan WTS untuk memikat pelanggan, akan tetapi seiring perkembangan waktu, fungsi pakaian tersebut sudah berubah untuk memikat lawan jenis, sehingga semakin terpikat lawan jenis, semakin banyak pula kasus tindakan asusila yang sering kita baca di media cetak, elektronik, atau mungkin kita pernah melihat atau mengalaminya sendiri. Pelecehan seksual ada di mana-mana. Tidakkah para mukminin dan mukminat telah diperintahkan oleh Allah di dalam kitab nan suci, al-Qur’an, surat Al-A’raf ayat 26: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai, anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda Kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. (QS Al A’raf : 26)

Atau Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: Hai para Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al Ahzab : 29)

Tapi mengapa kaum hanya kaum wanita saja yang dibahas? Ya, karena wanita adalah manusia yang paling dijaga harga dirinya oleh Allah SWT. Sudah dijaga koq masih tidak bersyukur?

Coba pikirkan, sangat sayangnya Allah kepada wanita, Allah Yang Maha Penyayang sampai-sampai membahas hal-hal sekecil itu. Maka dari itu marilah kita menjaga harga diri wanita muslimah kita demi tercapainya masa depan yang cerah.

b. Adab Berpakaian

Islam melarang umatnya berpakaian terlalu tipis atau ketat (sempit sehingga membentuk tubuhnya yang asli). Kendati pun fungsi utama (sebagai penutup aurat) telah dipenuhi, namun apabila pakaian tersebut dibuat secara ketat (sempit) maka hal itu dilarang oleh Islam. Demikian juga halnya pakaian yang terlalu tipis. Pakaian yang ketat akan menampilkan bentuk tubuh pemakainya, sedangkan pakaian yang terlalu tipis akan menampakkan warna kulit pemakainya. Kedua cara tersebut dilarang oleh Islam karena hanya akan menarik perhatian dan menggugah nafsu syahwat bagi lawan jenisnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

صِنْقَانِ مِنْ اَهْلِ النَّارِ لَمْ اَرَهُمَا قَوْمٌ سِيَاطٌ كَا الاَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ . وَ نِسَاءٌ كَا سِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ رَؤَوْسَهُنَّ كَأَشْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلاَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَ لاَ يَخِذْ نَ رِيْحَهَا لَيُوْخَذُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذاً وَ كَذاً (رواه مسلم)

Artinya: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam, 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)

Ada dua maksud yang menjadi kesimpulan pada hadits ini, yaitu sebagai berikut:

1.
1. Maksud kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi ialah perempuan-perempuan yang suka menggunakan rambut sambungan (cemara dalam bahasa jawa), dengan maksud agar rambutnya tampak banyak dan panjang sebagaimana wanita lainnya. Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya. Kedua macam cara tersebut (memakai cemara dan menyanggul) termasuk perkara yang tecela dalam Islam
2. Mereka dikatakan berpakaian karena memang mereka menempelkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pakaian tersebut tidak berfungsi sebagai penutup aurat. Oleh karena itu, mereka dikatakan telanjang. Pada zaman modern seperti sekarang ini, amat banyak manusia (perempuan) mengenakan pakaian yang amat tipis sehingga warna kulitnya tampak jelas dari luar. Sementara itu banyak pula perempuan yang memakai pakaian relatif tebal, namun karena sangat ketat sehinga bentuk lekuk tubuhnya terlihat jelas. Kedua cara berpakaian seperti itu (terlampau tipis dan ketat) termasuk perkara yang dilarang dalam Islam.

Ciri-ciri pakaian wanita Islam di luar rumah ialah:

* Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.
* Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
* Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
* Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
* Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
* Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)dengan pakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
* Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
* Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.

Aurat perempuan yang merdeka (demikian juga khunsa) dalam sholat adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan yang lahir dan batin hingga pergelangan tangannya. Oleh karena itu jika nampak rambut yang keluar ketika sholat atau nampak batin telapak kaki ketika rukuk dan sujud, maka batallah sholatnya.

Aurat perempuan merdeka di luar sholat Di hadapan laki-laki ajnabi atau bukan muhram

Yaitu seluruh badan. Artinya, termasuklah muka, rambut, kedua telapak tangan (lahir dan batin) dan kedua telapak kaki (lahir dan batin). Maka wajiblah ditutup atau dilindungi seluruh badan dari pandangan laki-laki yang ajnabi untuk mengelakkan dari fitnah. Demikian menurut mahzab Syafei.

Di hadapan perempuan yang kafir Auratnya adalah seperti aurat bekerja yaitu seluruh badan kecuali kepala, muka, leher, dua telapak tangan sampai kedua siku dan kedua telapak kakinya. Demikianlah juga aurat ketika di hadapan perempuan yang tidak jelas pribadi atau wataknya atau perempuan yang rosak akhlaknya.

Ketika sendirian, sesama perempuan dan laki-laki yang menjadi muhramnya Auratnya adalah di antara pusat dan lutut Walau bagaimanapun, untuk menjaga adab dan untuk memelihara dan berlakunya hal yang tidak diingini, maka perlulah ditutup lebih dari itu agar tidak menggiurkan nafsu. Ini adalah penting untuk menghindarkan fitnah.

Salah satu permasalahan yang kerap kali dialami oleh kebanyakan manusia dalam kesehariannya adalah melepas dan memakai pakaian baik untuk tujuan pencucian pakaian, tidur, atau yang selainnya. Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan melepas dan memakai pakaian adalah sebagai berikut : Mengucapkan Bismillah. Hal itu diucapkan baik ketika melepas maupun memakai pakaian. Imam An-Nawawy berkata : “Mengucapkan bismillah adalah sangat dianjurkan dalam seluruh perbuatan”. Memulai Dengan Yang Sebelah Kanan Ketika Akan Memakai Pakaian. Berdasarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Apabila kalian memakai pakaian maka mulailah dengan yang sebelah kanan”.

c. Kaum Lelaki Dilarang Memakai Cincin Emas dan Pakaian Sutra

Dalam hal ini, cincin emas dan pakaian sutra yang dipakai oleh kaum lelaki, Khalifah Ali r.a pernah berkata:

نَهَاتِى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَنِ التَّخَتُمِ بِالذَّهَبِ وَ عَنْ لِبَاسِ الْقَسِّى وَ عَنْ لِبَاسِ الْمُعَصْفَرِ (رواه الطبرانى)

Artinya: “ Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutra serta pakaian yang dicelup dengan ashfar.” (HR Thabrani)

Yang dimaksud dengan ashfar ialah semacam wenter berwarna kuning yang kebanyakan dipakai oleh wanita kafir pada zaman itu. Ibnu umar meriwayatkan sebagai berikut:

رَأَى رَسُوْلُ اللهِ ص م عَلَيَّ ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ فَقَالَ : اِنَّ هَذِهِ مِنْ ثِيَابِ الْكُفَّارِ فَلاَ تَلْبَسْهَا

Artinya: “Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengn ashfar maka sabda beliau: Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu janganlah engkau pakai.”

Larangan bagi laki-laki memakai cincin emas dan pakaian dari sutra adalah suatu didikan moral yang tinggi. Allah telah menciptakan kaum lelaki yang memiliki naluri berbeda dengan perempuan, memiliki susunan tubuh yang berbeda dengan tubuh perempuan. Lelaki memiliki naluri untuk melindungi kaum perempuan yang relatif lemah kondosi fisiknya. Oleh sebab itu, sangat tidak layak kiranya apabila lelaki meniru tingkah laku perempuan yang suka berhias dan berpakaian indaah serta suka dimanja. Dari sisi lain, larangan ini sekaligus sebagai upaya pencegahan terhadap sikap hidup bermewah-mewahan, sementara masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.

3. Tata Krama Berhias

Pada hakikatnya Islam mencintai keindahan selama keindahan tersebut masih berada dalam batasan yang wajar dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama.

Beberapa ketentuan agama dalam masalah berhias ini antara lain sebagai berikut:

1. Laki-laki dilarang memakai cincin emas

Sebagaimana larangan yang ditujukan oleh Rasulullah SAW terhadap Ali r.a

1. Jangan bertato dan mengikir gigi

Pada zaman jahiliyah banyak wanita Arab yang menato sebagian besar tubuhnya, muka dan tangannya dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Pada zaman sekarang ini (khususnya di lingkungan masyrakat kita) bertato banyak dilakukan oleh kaum lelaki. Dengan bertato ini, mereka merasa mempunyai kelebihan dari orang lain.

Adapun yang dimaksud dengan mengikir gigi ialah memendekkan dan merapikan gigi. Mengikir gigi banyak dilakukan oleh kaum perempuan dengan maksud agar tampak rapi dan cantik. Rasulullah SAW bersabda;

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص م اَلْوَاشِمَةَ وَ الْمُشْتَوْشِمَةَ وَ اْلوَاشِرَةَ وَ اْلمُشْتَوْشِرَةَ (رواه الطبرانى)

Artinya: “Rasulullah SAW melaknat perempuan yang menato dan yang minta ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.” (HR At Thabrani)

1. Jangan menyambung rambut

Selain hadits yang tersebut didepan (dalam hal menyambung rambut) terdapat pula riwayat sebagai berikut:

سَاَلَتْ اِمْرَاَةَ النَّبِيَّ ص م فَقَالَتْ يَا رَسُوِلُ اللهِ اِنَّ ابْنَتِي اَصَابَتْهَا الْحِصْيَةُ فَاَمْرَقَ شَعْرُهَا وَاِنِّي زَوَّجْتُهَا اَفَأَصِلُ فِيْهِ؟ فَقَالَ : لَعَنَ اللهِ الْوَاصِلَةَ وَ الْمُسْتَوْصِلَةَ (زواه البجارى)

Artinya: “Seorang perempuan bertanya kepada nabi SAW: Ya Rasulullah, sesunguhnya anak saya tertimpa suatu penyakit sehingga rontok rambutnya, dan saya ingin menikahkan dia. Apakah boleh saya menyambung rambutnya?. Rasulullah menjawab: Allah melaknat perempuan yang melaknat perempuan yang melaknat rambutnya.” (HR Bukhari)

1. Jangan berlebih-lebihan dalam berhias

Berlebih lebihan ialah melewati datas yang wajar dalam menikmati yang halal. Berhias secara berlebih-lebiha cenderung kepada sombong dan bermegah-megahan yang sangat tercela dalam Islam. Setipa muslim dan muslimat harus dapat menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan kesombongan, baik dalam berpakaian maupun dalam berhias bentuk yang lain. Memoles wajah dengan bahan make-up terlampau banyak serta menggunakan perhiasan emas pada leher, kedua tangan dan kedua kaki secara mencolok termasuk berlebih-lebihan. Perbuatan yang demikian itu tidak lain adalah bermaksud untuk menarik perhatian pihak lain, terutama lawan jenisnya. Apabila yang dimaksudkan adalah untuk menarik perhatian suaminya maka hal itu baik untuk dilakukan. Akan tetapi, apabila yang dimaksud itu semua orang (selain suami) maka hal itu termasuk perbuatan yang dialranga dalam Islam. Selain menjurus kepada sikap sombong, berlebih-lebihan termasuk perbuatan tabzir, sedangkan tabzir dilarang oleh Allah SWT. (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS Al Isra : 26-27)

Bertatakrama Dalam Bertamu dan Menerima Tamu

4. Tata Krama Bertamu

Bertamu adalah salah satu cara untuk menyambung tali persahabatan yang dianjurkan oleh Islam. Islam memberi kebebasan untuk umatnya dalam bertamu. Tata krama dalam bertamu harus tetap dijaga agar tujuan bertamu itu dapat tercapai. Apabila tata krama ini dilanggar maka tujuan bertamu itu justru akan menjadi rusak, yakni merenggangnya hubungan persaudaran.. Islam telah memberi bimbingan dalam bertamu, yaitu jangan bertamu pada tiga waktu aurat.

Yang dimaksud dengan tiga waktu aurat ialah sehabis zuhur, sesudah isya’, dan sebelum subuh. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An Nur : 58)

Ketiga waktu tersebut dikatakan sebagai waktu aurat karena waktu-waktu itu biasanya digunakan. Lazimnya, orang yang beristirahat hanya mengenakan pakaian yang sederhana (karena panas misalnya) sehingga sebagian dari auratnya terbuka. Apabila budak dan anak-anak kecil saja diharuskan meminta izin bila akan masuk ke kamar ayah dan ibunya, apalagi orang lain yang bertamu. Bertamu pada waktu-waktu tersebut tidak mustahil justru akan menyusahkan tuan rumah yang hendak istirahat, karena terpaksa harus berpakaian rapi lagi untuk menerima kedatangan tamunya.

5. Cara Bertamu yang Baik

Cara bertamu yang baik menurut Islam antara lain sebagai berikut:

1. Berpakaian yang rapi dan pantas

Bertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Jika kamu berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS Al Isra : 7)

1. Memberi isyarat dan salam ketika datang

Allah SWT berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)

Diriwayatkan bahwa:

اِنَّ رَجُلاً اِسْتَأْذَنَ عَلى النَّبِيِّ ص م وَ هُوَ فِى بَيْتٍ فَقَالَ : “اَلِجُ” فَقَالَ النَّبِيُّ ص م لِجَادِمِهِ : اُخْرُجْ اِلَى هَذَا فَعَلِّمْهُ الاِسْتِأْذَانَ فَقَلَ لَهُ : قُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَسَمِعَهُ الرِّجَلْ فَقُلْ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ اَ اَدْخُلْ” فَاَذِنَ النَّبِيُّ ص م قَدْ دَخَلَ (رواه ابو داود)

Artinya: “Bahwasanya seorang laki-laki meminta izin ke rumah Nabi Muhammad SAW sedangkan beliau ada di dalam rumah. Katanya: Bolehkah aku masuk? Nabi SAW bersabda kepada pembantunya: temuilah orang itu dan ajarkan kepadanya minta izin dan katakan kepadanya agar ia mengucapkan “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk” lelaki itu mendengar apa yang diajarkan nabi, lalu ia berkata “Assalmu alikum, bolehkah aku masuk?” nabi SAW memberi izin kepadanya maka masuklah ia. (HR Abu Daud)

1. Jangan mengintip ke dalam rumah

Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)

1. Minta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali

Jika telah tiga namun belum ada jawaban dari tuan rumah, hendaknya pulang dahulu dan datang pada lain kesempatan.

1. Memperkenalkan diri sebelum masuk

Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits yang artinya: “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya” Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)

Kata “Saya” belum memberi kejelasan. Oleh sebab itu, tamu hendaknya menyebutkan nama dirinya secara jelas sehingga tuan rumah tidak ragu lagi untuk menerima kedatangannya

1. Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita

Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahay bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.

1. Masuk dan duduk dengan sopan

Setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.

1. Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hati

Apabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.

1. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)

1. Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memili

Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain

1. Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceran

Sementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.

1. Segeralah pulang setelah selesai urusan

Kesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.

6. Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga Malam

Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamuhnya.

7. Tata Krama Menerima Tamu

a. Kewajiban Menerima Tamu

Sebagai agama yang sempurna, Islam juga memberi tuntunan bagi uamtnya dalam menerima tamu. Demikian pentingnya masalah ini (menerima tamu) sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai ukuran kesempurnaan iman. Artinya, salah satu tolak ukur kesempurnaan iman seseorang ialah sikap dalam menerima tamu. Sabda Rasulullah SAW:

مَنْ كَاَنَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ الاَخِرِ فَالْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخارى)

Artinya: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari)

b. Cara Menerima Tamu yang Baik

1) Berpakaian yang pantas

Sebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda yang artinya: “Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)

2) Menerima tamu dengan sikap yang baik

Tuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

3) Menjamu tamu sesuai kemampuan

Termasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi jamuan kepadanya.

4) Tidak perlu mengada-adakan

Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah

5) Lama waktu

Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah SAW:

اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)

Artinya: “ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)

6) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulang

Salah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

c. Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya

Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman: (lihat al-qur’an onlines di google)

Artinya: ”…Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada SAW lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena SAW telah memelihara (mereka)…” (QS An Nisa : 34

Rasulullah SAW bersabda;

اَلْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَ هِيَ مَسْئُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه احمد و البجارى و مسلم و ابو داود و الترمدى و ابن عمر)

Artinya: “ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar)

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.
AKHLAKUL KARIMAH
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain dan juga manusia sebagai penerima dan pelaksana ajaran-Nya. Oleh karena itu manusia ditempatkan pada kedudukan yang mulia jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Agar manusia dapat mempertahankan kedudukan yang mulia dan tinggi tersebut. Maka Allah membekali manusia dengan akal dan perasaan yang memungkinkan manusia untuk menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam suatu proses pendidikan. Kemudian mengembangkan ilmu tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari, serta akal pula yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Selain itu akal dan perasaan dapat menentukan kedudukan seseorang dalam lingkungan sosial dalam melaksanakan segala hal bentuk kegiatan dengan penuh cermat dan tanggung jawab.
Agama Islam merupakan suatu agama yang didalamnya, mengandung ajaran bagi seluruh umat-Nya. Salah satu ajaran Islam yang paling mendasar adalah masalah akhlak. Yang mana akhlakul karimah tersebut di wajibkan oleh Allah. Sebagaimana yang telah disebut dalam salah satu firman Allah surat Luqman yang berbunyi:

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Berdasarkan ayat diatas maka akhlakul karimah dalam keluarga ini diwajibkan pada setiap orang. Yang mana akhlak tersebut banyak menentukan sifat dan karakter seseorang, khususnya dalam pergaulannya.
Seseorang akan dihargai dan dihormati apabila memiliki sifat atau mempunyai akhlak mulia. Demikian juga sebaliknya dia akan dicampakkan dan dibenci apabila dia berakhlak yang buruk dan tercela, bahkan di hadapan Allah akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang yang dilakukannya.
Sebagaimana juga kita ketahui bahwa nilai dan harga manusia itu terletak pada akhlaknya yaitu tingkah laku dan amal perbuatannya, semakin luhur akhlak seseorang, semakin tinggi nilai dan harga dirinya. Karena itu upaya pembinaan dan peningkatan akhlak dalam melestarikan martabat manusia adalah teramat penting dan dalam hal ini Islam dengan segenap aspek ajarannya merupakan salah satu alternative sebagai pedoman dan tuntunan.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial yaitu tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, dengan kata lain manusia hidup dalam suatu masyarakat, dalam kehidupan bermasyarakat ini akhlak mempunyai peranan yang penting sekali, khususnya dalam kehidupan sehari-hari, sebab kejayaan suatu negara itu terletak pada akhlak masyarakatnya.
Demikian pula kehancuran di muka bumi ini disebabkan perbuatan manusia itu sendiri sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi :
41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) ..

Pengertian akhlakul karimah
Menurut bahasa atau etimologi kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaq (اخلا ق) bentuk jamak dari khuluq (خلق) yang artinya perangai. Dalam pengertian sehari-hari akhlaq di samakan dengan arti kata budi pekerti, watak, tabiat.
Sedangkan menurut terminologi kata budi pekerti terdiri dari kata budi dan pekerti yang dapat diartikan sebagai berikut:
“Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran rasio yang disebut character. Pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena di dorong oleh perasaan hati yang disebuit behaviour”. Jadi akhlak atau budi pekerti merupakan perpaduan dari rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku. Dalam arti bahwa wujud akhlak adalah merupakan tingkah laku manusia yang tampak dan dapat dilihat pada dirinya yang didorong oleh hati nurani, pemikiran, serta rasio.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ulama ilmu akhlak, diantaranya:
a.            Menurut al-Qurthuby bahwasannya yang dinamakan akhlak itu adalah, diantaranya:
مَا هُوَيَأخُدُيهِ الاِ نْ سَا نُ نََعْسُهُ مِنَ الا دَبِ يُسَمَّى خُلْقُا لا نَّهُ يَصِِيْرُ مِنَ الْخَلْقةِ فِيْهِ
“suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanan disebut akhlak, karena perbuatan-perbuatan itu termasuk bagian dari kejadian”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwasannya yang dimaksud akhlak itu adalah perbuatan-perbuatan manusia yang mana perbuatan tersebut masuk bagian yang dialaminya dan hal tersebut bersumber pada adab dan kesopananya.
b. Ibnu maskawih dalam kitabnya “Tahzibul Akhlak Wal Tathirul A’roq menyatakan bahwa AM A itu adalah
حَا لً للنفْس دَاعِيْة لهَا اِلِىَ افْعَا لِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرِ وََروْيَّةٍ
“keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakuakan perbuatan- perbuatan tanpa melakukan pertimbangan lebih dahulu”.
c. Di dalam Al-Mu’jam Al-Wasit yang disadur oleh Asmaran disebutkan definisi akhlak adalah:
“akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”
d. Kemudian dr. Abdullah Dirraj dalajm bukunya “Kalimatun Fimabadi’iil Akhlak (beberapa kalimat dalam prinsip-prinsip akhlak) yang disadur oleh Humaidi tatapangarsa, beliau mengatakan:
“Akhlak itu adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan kehendak yang berkombinaasi membawa kecenderungan pada pemilihan-pihak yang benar (dalam hal yang baik)atau pihak yang jahat (dalam hal yang jahat).”
Sedangkan menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat yakni perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulangkali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan. Yang kedua perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan-dorongan emosi jiwanya, bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah.
Berpijak pada beberapa definisi yang dikemukajan oleh para ulama diatas, pada hakikatnya yang dinamakan akhlak (budi pekerti) itu adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara yang spontan dan mudah tanpa di buat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dari hal tersebut maka timbullah kelakuan yang baik dan teruji yang dinamakan budi pekerti atau akhlak mulia dan sebaliknya apabila lahir kelakuan buruk maka disebutlah budi pekerti yang tercela atau akhlak yang tercela.
Sedangkan kata karimah berasal dari bahasa arab juga artinya terpuji, baik atau mulia. Berdasarkan pengertian kata akhlak dan kata karimah, maka dapat penulis ambil kesimpulan bahwasannya yang dimaksud akhlakul karimah adalah segala budi pekerti yang baik yang ditimbulkan manusia tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang mana sifat itu dapat menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan martabat manusia.
2. Fungsi Akhlakul Karimah
Akhlak bukanlah merupakan barang-barang mewah yang mungkin tidak terlalu di butuhkan tetapi akhlak adalah merupakan pokok-pokok kehidupan yang esensial, yang diharuskan agama sangat menghormati orang-orang yang memilikinya. Oleh karena Islam datang untuk mengantarkan manusia ke jenjang kehidupan yang gemilang dan bahagia serta sejahtera melalui beberapa segi keutamaan akhlak yang luhur.
Djazuli dalam bukunya Akhlaq Dasar Islam mengemukakan ada tiga kegunaan akhlakul karimah yaitu :
a.            akhlak yang baik harus ditanamkan kepada manusia supaya manusia mempunyai kepercayaan yang teguh dan berpendirian yang kuat.
b.            Sifat-sifat yang terpuji atau akhlak yang baik merupakan latihan bagi pembentukan sikap sehari-hari, sefat sifat ini banyak di bicarakan dan berhubungan dengan rukun Islam sehari-hari, sifat-sifat ini banyak dibicarakan dan berhubungan dengan rukun Islam dan ibadah seoperti : sholat, puasa, zakat, haji, shodaqoh, tolong menolong dan sebagainya.
c.             Untuk mengatur hubungan yang baik antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia.
Kegunaan yang pertama berhubungan dengan iman yaitu mengetahui dan meyakini akan ke Esaan Allah SWT sedangkan kegunaan yang kedua berhubungan dengan ibadah yang merupakan perwujudan dari iman. Bila kedua hal ini terpisah dari budi pekerti (akhlak) pastilah akan merusak kemurnian jiwa dan kehidupan manusia.
Dalam mempergunakan dan menjalankan bagian akidah dan ibadah perlu untuk berpegang teguh dalam mewujudkan bagian lain yang disebut dengan akhlakul karimah. Sejarah telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap kehidupan hanya diperoleh dengan berakhlak mulia.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa akhlakul karimah perlu ditanamkan pada manusia agar dalam menjalankan kehidupannya dia akan hidup tenteram dan akhlakul karimah dapat berfungsi sebagai pedoman tingkah laku manusia.

3.)Tujuan Pembinaan Akhlakul Karimah
Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, berencana, teratur dan terarah serta bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian dengan segala aspeknya.
Yang dimaksud dengan kepribadian adalah kepribadian yang sempurna. Menurut Ali Al-Qodli, kepribadian yang sempurna itu adalah :
a.            kepribadian yang mantap, yang sanggup memproduksi hal-hal yang rasional selaras dengan batas-batas kemampuan bakatnya.
b.            Sanggup mempererat hubungan yang sehat dengan segala lapisan masyarakat.
c.             Sanggup menanggung beban kehidupan dengan rasa tanpa adanya kontradiksi di dalam tingkah lakunya.
Jadi tujuan dari pembinaan akhlakul karimah disini adalah untuk membentuk pribadi-pribadi yang sempurna yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan masyarakat dan negara.
4.) Sumber Hukum Akhlakul karimah
Apabila di perhatikan kehidupan lingkungan umat manusia maka akan di jumpai tingkah laku manusia yang bermacam-macam yang berbeda antara yang satu dengan yang lainya, bahkan dalam penilaian tentang tingkah laku itu berbeda tergantung pada batasan pengertian baik dan buruk dalam suatu lapisan masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan norma. Dan norma inilah yang menjadi sumber hukum akhlak seseorang.
Namun yang penulis maksud dengan sumber akhlak yang didasarkan pada norma-norma ajaran Islam yaitu norma yang datangnya dari allah SWT dan Rasulnya dalam bentuk ayat-ayat Al-Qur’an dan pelaksanaanya di lakukan oleh Rasulullah. Sumber itu adalah hukum Al-qur’an dan al-Hadist yang mana kedua sumber ini merupakan hukum ajaran Islam.
Disamping kedua sumber hukum ajaran Islam yang disebut di atas, sumber hukum akhlak juga didasarkan pada hasil pemikiran Ulama dan filosof. Jadi dengan demikian yang menjadi sumber hukum akhlakul karimah itu ada tiga yaitu Al-qur’an, al-Hadist dan hasil pemikiran para Ulama’ dan filosof.
Sehubungan dengan sumber hukum akhlakul karimah diatas, banyak ayat –ayat al-qur’an dan Hadist nabi yang menjadi dasar hukum akhlak di antaranya adalah :
a. surat Al-Qalam ayat 4:

Artinya: “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
b. Sedangkan hadist nabi yang menjadi dasar sumber hukum akhlak adalah:
عَنْ ابى هُرَيْرَةَ رَضِِى الله عَنْهُ قَلَ : قَا ل رسُو لَ اللهِ صلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ انَّمَا بُعِثْتُ لا تََمُّمَ مَكَا رمَ الأ خلا ق
(رواهاحمد)
Artinya : “Dari abu Hurairah r.a berkata : bahwa rasullullah bersabda : sesungguhnya aku diutus ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (H.R. Ahmad)
Itulah sebagian ayat-ayat al-qur’an dan Hadist nabi yang dapat penulis kemukakan sebagai sumber hukum akhlak yang mulia atau akhlakul karimah, dimana kesemuanya itu mencerminkan atau tercermin dalam kepribadian Rasullullah.
5)Dasar Pembinaan Akhlakul Karimah
Dasar Pembinaan Akhlakul karimah ini penulis bagi ,menjadi dua yaitu dasar agama yang di ambil dari Al-Qur’an dan Hadist Nabi, sedangkan dasar yang kedua adalah dasar yuridis Nasional.
A. al-Qur’an yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist nabi.
a. Al-qur’an:
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

b.) Sunnah/Hadist Nabi
قا ل رسو ل الله صلى الله علهوسلم كَان خُلسقه القران(رواه البخار ومسلم)
Artinya : “Akhlaknya Rasullullah adalah Al-Qur’an.” (H.R. Buchori-Muslim)
Yang dimaksud dengan akhlak Al-Qur’an disini adalah bahwasannya setiap perilaku, perintah dan larangan Rasullullah itu selalu berpegang pada ada apa yang terdapat dalam isi kandungan Al-Qur’an. Jadi pribadi beliau adalah realisasi dan manifestasi dari ajaran Al-Qur’an.
B. Dasar Yuridis
a). Negara berdasarkan atas asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
c). Undang-undang RI. Nomor 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional Bab XI, pasal 39 ayat 2 yang berbunyi:
isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat:
1.            Pendidikan pancasila.
2.            pendidikan agama.
3.            Pendidikan kewarganegaraan. Menurut isi undang-undang di atas bahwasannya pendidikan agama itu merupakn unsur utama dari pendidikan nasional. Oleh karena itu semua jenis dan jenjang pendidikan mulai dari tingkat kanak_kanak (TK) sampai ke tingkat perguruan tinggi harus mengajarkan tentang pendidikan agama.
6.) Macam-Macam Akhlakul Karimah
Sebagaimana telah penulis uraikan di atas, bahwa akhlak mempunyai perilaku atau tabiat, sehingga akhlak merupakan ukuran dari segala perbuatan manusia atau merupakan alat pengontrol tiap perbuatan manusia. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya dalam pembahasan selanjutnya penulis akan menguraikan macam-macam tentang akhlak.
a. Mahmudah (akhlak yang baik)
Akhlak mahmudah artinya akhlak yang baik yang telah dimiliki Nabi Muhammad SAW yang patut kita contoh.
1.            Al-amanah artinya Jujur, dapat dipercaya
Seorang mukmin hendaknya berlaku amanat, jujur dengan segala anugrah Allah SWT kepada dirinya, menjaga anggota lahir dan anggota batin dari segala maksiat serta mengerjakan perintah-perintah Allah SWT.
2.            Al-Aliefah artinya disenangi
Orang yang bijaksana tentulah dapat menyelami segala anasir yang hidup di tengah masyarakat, menaruh perhatian kepada segenap situasi dan senantiasa mengikuti setiap fakta dan keadaan yang penuh dengan aneka percobaan.
3.            Al-Afwu artinya pemaaf
Manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. Maka apabila orang berbuat sesuatu terhadap dirimu yang mungkin karena khilaf atau salah, maka patutlah engkau memaafkannya.
4.            Anie Satun artinya manis muka.
Dengan manis muka, senyum yang menghiasi bibir lawanmu akan jatuh tersungkur mengaku kalah dan engkau akan selalu digemari orang.
5.            Al-Khairu artinya kebaikan atau baik.
Sudah tentu tiada patut engkau hanya pandai menyuruh orang lain saja berbuat baik, sedangkan engkau sendiri enggan mengerjakannya, dari itu mulailah dengan dirimu sendiri berbuat baik.
6.            Al-Khusyu’ artinya tekun sambil menundukkan diri.
Kerjakanlah Ibadah dengan merendahkan diri, menundukkan hati, tekun dan tetap, senantiasa bertasbih, bertakbir, bertahmid, bertahklil, memuja asma Allah, menundukkan hati keopada-Nya, khusyu’ di kala sembahyang, memelihara penglihatan, menjaga kehormatan, jangan berjalan dimuka bumi Allah ini dengan sombong.
7.            Adh Dfhiyaafah artinya menghormati tamu.
Menghormati tamu adalah suatu ciri orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT.
8.            Al-Khufran artinya suka memberi maaf.
9.            Al-Hayaau artinya malu kalau dirinya di cela.
Orang yang memiliki sifat ini, semua anggotanya gerak-geriknya akan senantiasa terjaga dari hawa nafsu, karena setiap akan mengerjakan perbuatan yang rendah, ia tertegun, tertahan dan akhirnya tiada jadi, karena desakan malunya, takut mendapat nama yang buruk, takut menerima siksaan Allah SWT kelak di akhirat.
10.          Al-Hilmu artinya menahan diri dari berlaku maksiat.
Manusia dijadikan indah susunan anggota lainnya, kesempurnaan lahir itu hendaknya diikuti pula dengan kebersihan bathin, di antaranya menahan diri dari maksiat, baik maksiat dhohir maupun maksiat bathin, agar kesucian diri tetap terpelihara.
11.          al_Hukmu Bil’adli artinya menghukum secara adil.
Adil dalam setiap sikap artinya memberikan hak kepada yang mempunyai, adil terhadap sesama manusia dalam perkataan atau perbuatan.
12.          al-Ikhaaau artinya menganggap bersaudara.
Persaudaraan Islam, tidaklah terikat oleh batas kebangsaan-nasionalitas, tetap lebih luas lagi, ia merupakan keseluruhan di muka bumi, siapa saja yang beriman adalah saudara bagi yang lain, walaupun berlainan suku, bangsa atau ras sekalipun.
13.          Al-Ihsan artinya berbuat baik.
Ihsan adalah berbuat baik dalam ketaatan kepada Allah SWT
14.          Al Ifafah artinya memelihara kesucian diri.
Sederhanakalah terhadap ketenangan dan tundukkan mafsu kepada akal, sebab sebagian besar keburukan-keburukan itu disebaban orang tiada sanggup mengendalikan nafsunya.
15.          Sal-Muruuah artinya berbudi tinggi.
Sifat Muruuah artinya berbudi tinggi, kesatria dalam membela yang benar, malu dan tidak puas bila maksud belum tercapai
16.          An-Nadhaafah artinya bersih.
Membersihkan badan, pakaian, tempat tinggal adalah suruhan agama, maka seyogyanya manusia membersihkan badannya dengan mandi.
17.          Ar-Rahmah artinya belas kasih.
Batas kasih sayang yang engkau terima dari orang lain, lebih banyak jumlahnya daripada belas kasih yang pernah engkau berikan kepada orang lain.
18.          As-Sakhaau artinya pemurah.
Pemurah adalah memberikan harta sebagai tambahan dari yang wajib dan ini adalah sifat yang baik, perangai yang terpuji
19.          As-Salaam artinya kesentosaan
Kesentosaan di katakana kepada orang yang berjiwa tenang , tentram dan damai.
20.          As-Shalihat artinya beramal saleh.
21.          Ash Shabru artinya sabar.
Sabar bukan berarti menyerah tanpa syarat, tetapi sabar adalah terus berusaha dengan hati yang tetap, berikhtir, sampai cita-cita dapat berhasil.
22.          Ash-Shidqatu artinya benar dan jujur
Benar atau jujur adalah alat tercapainya keselamatan, keberuntungan dan kebahagiaan
23.          Asy-Syaja’ah artinya pemberani / berani.
Berani adalah keteguhan hati dalam membela dan mempertahankan yang benar.
24.          At-Ta’aawun artinya bertolong-tolongan.
Bertolong-tolongan adalah ciri kehalusan budi, kesucian jiwa, ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antara teman.
25.          At-Tadhararu’ artinya merendahkan diri kepada ASllah SWT.
Beribadat, berdo’a atau memohon kepada Allah SW hendaknya merendahklan diri kepada-Nya.
26.          At-Tawaadhu’ artinya merendahkan diri terhadap sesama manusia.
Tawaadhu’ adalah memelihara pergulan dan hubungan dengan sesama manusia tanpa perasaan kelebihan diri dari orang lain serta tidak merendahkan orang lain.
27.          Qana’ah artinya merasa cukup dengan apa yang ada.
Qana’ah itu adalah qana’ah hati, bukan qana’ah ikhtiar, jadi berusaha dengan cukup, bekerja dengan giat, sebab hidup berarti bekerja, jangan sekali-kali kaku dalam menghadapi hidup.
28.          Izzatun Nafsi artinya berjiwa kuat.
Dengan jiwa yang kuat manusia akan memperoleh kehormatan dan kemulyaan di dunia dan akherat.
Pengertian puasa dalam kaidah bahasa bisa diartikan sebagai menahan. Menahan di sini, yaitu menahan dari hal-hal yang masuk ke dalam mulut dalam bentuk makanan dan minuman, bahkan juga diartikan menahan dari perbuatan dan bicara.

Dalam petikan surat Maryam ayat 26 dijelaskan bahwa, ”Sesungguhnya aku telah Aku telah bernazar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini."

Puasa
Sementara Pengertian puasa menurut secara syariah Islam disepakati para ulama, yaitu menahan dari apa pun yang membatalkan puasa, disertai niat untuk berpuasa dari terbit fajar sampai tenggelam matahari (maghrib). Ada pula sebagian ulama yang mendefinisikan kata-kata ’membatalkan puasa’ itu sebagai perbuatan dua anggota badan, yaitu perut dan alat kelamin.

Dalam selain agama Islam, dikenal pula kegiatan puasa. Para pendeta, misalnya senantiasa melaksanakan puasa untuk menambah pahala, kaum Yahudi pun mengenal puasa bicara. Puasa bagi umat Buddha dan sebagian Yahudi merupakan bagian dari kegiatan bertapa.

Bagi umat muslim, salah satu hikmah melaksanakan puasa adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan memperoleh derajat yang agung di hadapan Allah Swt berupa ketakwaan. Hal ini seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183, yang artinya, ”Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkannya atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.”



Selain puasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan, umat muslim mengenal puasa lain yang sifatnya sunah, seperti puasa Senin-Kamis, yakni puasa setiap hari Senin dan Kamis saja. Karena sifatnya puasa sunah, maka tidak ada kewajiban dan paksaan dalam pelaksanaannya.

Di samping puasa Senin-Kamis dikenal pula puasa nazar, yaitu puasa atas sebab atau tujuan tertentu yang diniatkan akan berpuasa apabila sebab-sebab itu terjadi. Misalnya, seseorang bernazar ”Saya akan puasa seminggu penuh kalau diterima jadi pegawai negeri sipil”. Setelah ia berhasil menjadi PNS, maka terkena hukum wajib untuk puasa seminggu penuh tersebut sampai kapan pun dan akan menjadi utang manakala belum dilaksanakan.

Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila seseorang tidak dapat melaksanakan puasa nazar, maka ia wajib memerdekakan budak sahaya atau kalau tidak ada, ia wajib memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin.

Puasa-puasa sunah lain di antaranya adalah puasa nisfu Sya’ban yang dilaksanakan pada awal atau pertengahan bulan Sya’ban, puasa pertengahan bulan, puasa Asyura yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharam, puasa Arafah yang dilaksanakan pada tanggal 9 bulan Haji untuk orang yang tidak sedang melaksanakan haji, atau puasa 6 hari di bulan Syawal sebagai puasa sunah penyempurna ibadah puasa Ramadhan.

Puasa Bagi Kehidupan Manusia
Kemampuan setiap orang dalam mengendalikan dirinya merupakan aspek penting dalam pergaulan manusia untuk menuju tata kehidupan yang harmonis, penuh tenggang rasa, dan cinta kasih. Dengan argumen demikian, semakin terlihatlah bahwa arti puasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.

Puasa bukanlah sekadar menahan rasa lapar dan haus atau sebuah tindakan yang seolah-olah menunjukkan sikap empati terhadap orang-orang yang sedang mengalami kelaparan, sehingga pada saat waktu puasa berakhir, terkadang kita jadi sedikit berlebihan dalam hal makan dan minum.

Selain itu, berlebihan juga untuk menunjukkan bahwa berpuasa adalah suatu tindakan untuk menunjukkan sikap empati kita kepada orang-orang yang kelaparan. Puasa kita memiliki batas akhir waktu dan kita punya makanan untuk mengakhiri puasa. Namun, puasa orang-orang yang sedang kelaparan tidak memiliki kejelasan akan batas akhir waktu. Begitu pula dengan persediaan makanan untuk mengakhirkan puasanya.

Puasa bagi umat Islam adalah menahan diri dari makan dan minum, serta menahan segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa. Waktunya dimulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Itu pun harus disertai niat dan syarat-syarat tertentu.

Di dalam agama Islam, puasa adalah salah satu rukun Islam yang ketiga, yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam. Banyak jenis puasa yang ada di dalam ajaran agama Islam, ada yang wajib dilaksanakan dan ada yang sunah untuk dilaksanakan. Salah satu puasa wajib bagi umat Islam adalah puasa Ramadhan.

Puasa Ramadhan wajib dikerjakan oleh semua umat Islam, kecuali orang-orang yang dibolehkan untuk tidak berpuasa, tapi itu juga harus dibayar pada hari lain, selain bulan Ramadhan.

Puasa sunah boleh dikerjakan dan boleh juga tidak. Apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak apa-apa. Contoh puasa sunah adalah puasa hari senin dan kamis atau puasa arafah.

Banyak manfaat yang dapat diambil dari berpuasa. Sebagai umat Islam puasa di bulan Ramadhan tidak hanya menahan lapar dan haus saja, tapi juga menahan lainnya, seperti yang sudah disebutkan tersebut. Berikut ini adalah manfaat dari berpuasa bagi diri kita sendiri.

Pengertian puasa yang pertama adalah komitmen bahwa kita akan belajar jujur pada diri sendiri. Seseorang yang menjalani puasa secara ikhlas akan bersikap enggan untuk membohongi diri sendiri. Sekalipun tidak ada orang yang melihat, dia tidak akan mencuri-curi kesempatan untuk makan dan minum atau melakukan hal lain yang dapat membatalkan puasanya.

Sikap ini didorong oleh keinginan untuk mendapatkan suatu kepuasan batin. Apabila ada seseorang yang mengaku berpuasa, namun tidak memiliki kejujuran pada dirinya sendiri, mungkin dia akan mendapatkan pengakuan kesalehan dari orang lain. Namun, jauh dilubuk hatinya, pengakuan yang dia dapat dari orang lain itu tidak akan pernah mendatangkan kepuasan bagi batinnya.

Kemenangan hakiki dalam setiap pertarungan hanya akan bisa memuaskan batin, jika didapat dengan cara-cara yang jujur. Di luar itu, kemenangan hanya akan jadi realitas semu. Demikian juga dalam pertarungan melawan hawa nafsu, hanya kita sendiri yang tahu. Dengan cara apa kita berhasil memenangkannya? Cara jujur atau curang?

Mengingat Pertian puasa adalah komitmen bahwa kita akan bersikap jujur pada diri sendiri, andai kita berbuat curang, dengan sendirinya kita telah berada di luar komitmen tersebut. Otomatis puasa yang kita jalani akan jadi kehilangan makna dan pahalanya tidak ada.

Bagaimana orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa, tapi melakukan tindakan yang tidak jujur, seperti mencuri. Hal tersebut dikembalikan lagi kepada pribadinya sendiri, apakah dia memahami arti puasa itu sendiri.

Jangan mencontoh pada yang buruk, tapi contohlah yang baik. Laksanakanlah puasa dengan kejujuran dan hasil yang kita dapat pun akan terasa ketika waktu berbuka puasa tiba.

Melatih anak berpuasa sejak dini juga, dapat melatih anak tersebut untuk bersikap jujur. Hal tersebut membuat anak menjadi mengerti apa arti berpuasa di kemudian harinya.

Pengertian puasa yang kedua adalah pengendalian diri (self control). Ketika menjalani puasa, kita akan berhadapan dengan hal-hal yang sebenarnya dihalalkan bagi kita. Namun, karena kita sedang berpuasa, hal-hal yang halal tersebut untuk sementara waktu diharamkan bagi kita. Kita pun dengan suka rela menerima ketentuan ini.

Kita tidak boleh memakan dan meminum semua makanan dan minuman halal yang kita punyai. Kita juga dilarang melakukan hubungan suami istri dengan pasangan hidup kita yang sah. Anehnya, kita tidak berkeberatan  dengan hal itu. Bahkan, mematuhinya. Kenapa?

Karena kita betul-betul menyadari tentang arti puasa bahwa mengendalikan diri adalah aspek penting bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya kemampuan dalam mengendalikan diri, sangat sulit untuk membedakan mana manusia dan mana binatang.

Bisa dibayangkan jika setiap orang sanggup untuk mengendalikan dirinya, sanggup untuk mengendalikan keinginannya dalam kehidupan sehari-hari, dunia ini akan tentram tanpa kejahatan. Bayangkan, dengan berpuasa, seseorang bisa menerima ketentuan yang mengharamkannya untuk menikmati sesuatu yang sebenarnya halal baginya.

Dengan hal tersebut, sesuatu yang benar-benar haram pasti akan segera ditinggalkan. Bukannya mencari dalih bagaimana caranya menghalalkan sesuatu yang nyata-nyata haram supaya bisa dikorupsi secara aman.

Dengan rajin beribadah puasa, manusia bisa terhindar dari segala macam penyakit hati, seperti sombong, kikir, iri hati, dendam, dan sebagainya. Hati kita akan tentram dan damai, apabila kita bisa mengendalikan diri kita.
KEPRIBADIAN DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Manusia Menurut Pandangan Islam

Allah SWT menciptakan struktur kepribadian manusia dalam bentuk potensial. Struktur itu tidak secara otomatis bernilai baik ataupun buruk, sebelum manusia berusaha mengaktualisasikan. Aktualisasi struktur sangat tergantung pada pilihan manusia, yang mana pilihannya itu akan dimintai pertanggungjawaban diakhirat kelak. Upaya manusia untuk memilih dan mengaktualisasikan potensi itu memiliki dinamika proses, seiring dengan variabel-variabel yang mempengaruhi.

1. Manusia Adalah Makhluk Allah

Keberadaan manusia di dunia ini bukan kemauan sendiri, atau hasil proses evolusi alami, melainkan kehendak Yang Maha Kuasa, Allah Robbul ‘Alamin. Dengan demikian, manusia dalam hidupnya mempunyai ketergantungan (dependent) kepada-Nya. Manusia tidak bisa lepas dari ketentuan-Nya. Sebagai makhluk, manusia berada dalam posisi lemah (terbatas), dalam arti tidak bisa menolak, menentang, atau merekayasa yang sudah dipastikan-Nya.

Dalam Al-Qur’an, Surat at-Tin: 4, Allah SWT berfirman:

“sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat baik (sempurna)”.

Manusia adalah makhluk Allah, ciptaan Allah, dan secara kodrati merupakan makhluk beragama atau pengabdi Allah, seperti tercermin dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut.

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (H.R. Muslim).

Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut.

(Q.S. Adz Dzariyat: 56).

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”

2. Manusia Adalah Khalifah di Muka Bumi

Hal ini berarti, manusia berdasarkan fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (mementingkan/membantu orang lain). Menilik fitrahnya ini, manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang lain atau lingkungannya. Sebagai khalifah manusia mengemban amanah, atau tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera; dan berupaya mencegah (preventif) terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup (regional-global).

Dalam Surat Al-Baqarah: 30 difirmankan sebagai berikut:

“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat sesungguhnya aku menciptakan khalifah di muka bumi”.

Selanjutnya dalam Surat Hud: 61 difirmankan:

“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do'a hamba-Nya)”

Manusia menciptakan kebudayaan dengan segala unsurnya (ilmu, teknologi, seni, dan sebagainya) agar mampu mengelola alam itu dengan sebaik-baiknya. Manusia menurut islam merupakan “khalifah di muka bumi”. Artinya manusia berfungsi sebagai pengelola alam dan memakmurkannya. Ini tersurat dan tersirat dari firman Allah sebagai berikut. (Q.S. Fatir: 39).

Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi (Q.S. Fatir: 39). Selanjutnya Allah berfirman: Dan Dia menundukkan untukmu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya, sebagai rahmat dari-Nya (Q.S. Al-Jasiyah: 3).

3. Manusia adalah Makhluk yang Mempunyai Fitrah Beragama

Melalui fitrahnya ini manusia mempunyai kemampuan untuk menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, dan sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai tolak ukur atau rujukan perilakunya.

Allah SWT berfirman: “.......bukanlah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, ya kami bersaksi bahwa Engkau adalah Tuhan kami”. (Al-‘Araf: 172).

4. Manusia Berpotensi Baik (Takwa) dan Buruk (Fujur)

Manusia dalam hidupnya mempunyai dua kecenderungan atau arah perkembangan, yaitu takwa, sifat positif (beriman dan beramal shaleh) dan yang fujur, sifat negatif (musyrik, kufur, dan berbuat ma’syiat/jahat/buruk/dzalim). Dua kutub kekuatan ini, saling mempengaruhi. Kutub pertama mendorong individu untuk berperilaku yang normatif (merujuk nilai-nilai kebenaran), dan Kutub lain mendorong individu untuk berperilaku secar inpulsif (dorongan naluriah, instinktif, hawa nafsu). Dengan demikian, mmanusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan pada situasi konflik antara benar-salah atau baik-buruk.

Dalam Surat Asy-Syamsu: 8-10, difirmankan:

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia sifat fujur dan takwa. Sungguh bahagia orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh celaka orang yang mengotori jiwanya”.

5. Manusia Memiliki Kebebasan Memilih (Free Choice)

Dalam surat Ar-Ra’du: 11, Allah berfirman:

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang dimiliki (termasuk dirinya) suatu kaum, sehingga mereka sendiri mengubah (berinisiatif merekayasa) dirinya sendiri”.

Manusia diberi kebebasan untuk memilih kehidupannya, apakah mau beriman atau kufur kepada Allah. Apakah manusia akan memilih jalan hidup yang sesuai dengan ajaran agama atau memperturutkan hawa nafsunya. Dalam hal ini, manusia mempunyai kemampuan untuk berupaya menyelaraskan arah perkembangan dirinya dengan tuntutan normatif, nilai-nilai kebenaran, yang dapat memberikan kontribusi atau nilai manfaat bagi kesejahteraan umat manusia; juga memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang berseberangan dengan nilai-nilai agama, sehingga menimbulkan suasana kehidupan (personal-sosial) yang chaos, anarki, destruktif atau tidak nyaman.[1]

B. Definisi Kepribadian Islam

1. Makna Etimologi Kepribadian Islam

Personality berasal dari kata “person” yang secara bahasa memiliki arti: (1) an individual human being (sosok manusia sebagai individu); (2) a common individual (individu secara umum); (3) a living human body (orang yang hidup); (4) self (pribadi); personal existence or identity (eksistensi atau identitas pribadi); dan (6) distinctive personal character (kekhususan karakter individu).

Sedangkan dalam bahasa Arab , pengertian etimologis kepribadian dapat dilihat dari pengertian dari term-term pandangannya. Seperti huwiyah, aniyah, dzattiyah, nafsiyyah, khuluqiyyah, dan syakhshiyyah sendiri. Masing-masing term ini meskipun memiliki kemiripan makna dengan kata syakhshiyyah, tetapi memiliki keunikan tersendiri.[2] Oleh sebab itu dirasa perlu untuk menjelaskan masing-masing term tersebut dan kemudian memilih satu diantaranya untuk mewakili padanan term personality.[3]

Pertengahan abad XIX didakwahkan sebagai abad kelahiran psikologi kepribadian kontemporer didunia Barat. Saat inilah Psikologi Kepribadian (dalam arti, personologi) dinobatkan sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Bersamaan abd ini pula, umat Islam telah abngun dari tidur panjangnya. Mereka mencoba berbenah diri untuk mengejar ketinggalan yang ada, khususnya dibidang sains. Oleh keadaan yang masih transisi inilah maka umat Islam kurang berminat menggali khazanahnya sendiri. Mereka lebih muncul kemudian adalah diskursus-diskursus keilmuan Islam modern (baik filsafat maupun psikologi) lebih akrab menggunakan istilah syakhshiyyah (personality) dari pada khuluq (karakter). Pemilihan term ini bukan tidak beralasan bahkan suatu kesengajaan. Tujuan utamanya adalah agar diskursus ilmu keislaman lebih dikenal oleh dunia lain. Isi dan substansinya mencerminkan nilai-nilai universal Islam, sementara simbol dan “bungkus”nya mengadopsi dari Barat.

Perubahan semantik ini apakah tidak mengubah konsep aslinya, sedangkan kedua term itu jelas-jelas dibedakan dalam diskursus psikologi. Terlebih lagi jika term itu dihadapkan pada orang awam, apakah hal itu tidak semakin memasukkannya kedalam “liang biawak”.

Nabi Adam a.s.. pertama kali diajarjakn ilmu oleh Allah SWT hanya dengan asma’ (nama-nama) (QS Al Baqarah[2]:30). Bukankah hal ini menunjukkan pentingnya sebuah nama? Nama identik dengan terminologi, dan terminilogi ekuivalen dengan konsep, sedangkan konsep merupakan produk penting dari akal budi manusia. Melalui sebuah nama seringkali seseorang menemukan gambaran mengenai karakteristik sesuatu, minimal mengetahui apa dan siapa yang diberi nama itu. Nama menunjukkan identitas dan eksis-nya sesuatu.[4]

Terlepas dari segala kelemahan dan kelebihan masing-masing term tersebut, penulisan dalam konteks ini lebih cenderung menggunakan istilah syakhshiyyah (lengkapnya syakhshiyyah islamiyah) untuk padanan personality. Selain secara psikologis sudah popular, term ini mencerminkan makna kepribadian lahir dan batin. Ia tidak dipahami kecuali dengan makna kepribadian. Sedangkan khuluq memiliki ambiguitas makna, dan secara psikologis kurang popular didalam diskursus komtemporer. Pemilihan term ini hanya berkaitan dengan “penyebutan” bukan berkaitan dengan substansi konseptulnya.

2. Makna Terminologi Kepribadian Islam

Pengertian kepribadian dari sudut terminologi memiliki banyak definisi, karena hal itu berkaitan dengan konsep-konsep empiris dan filosofis tertentu yang merupakan bagian dari teori kepribadian. Konsep-konsep empiris dan filosofis disini meliputi dasar-dasar pemikiran mengenai wawasan, landasan, fungsi-fungsi, tujuan, ruang lingkup, dan metodologi yang dipakai rumus. Oleh sebab itu, tidak satupun definisi yang subtantif kepribadian dapat diberlakukan secara umum, sebab masing-masing definisi dilatar belakangi oleh konsep-konsep empiris dan filosofis yang berbeda-beda. Dengan begitu tidak berkelebihan jika Allport-- dalam studi kepustakaannya—menemukan sejumlah 50 definisi mengeinai kepribadian yang berbeda-beda yangdigolongkan kedalam sejumlah kategori.

Dengan meminjam definisi Allport, kepribadian secara sederhana dapat dirumuskan dengan definisi “what a man really is” (manusian sebagai mana adanya). Maksudnya, manusia sebagaimana sunnah atau kodratnya, yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Definisi yang luas dapat berpijak pada struktur kepribadian, yaitu integrasi sistem kalbu, akal dan hawa nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku. “definisi ini sebagai bandingan dengan definisi yang dikemukakan oleh para psikolog psikoanalitik seperti Sigmun Freud[5] dan Cherly Gustav Jung[6].

Dalam diri manusia terdapat elemen jasmani sebagai strukturbiologis kepribadiannya dan elemen ruhani sebagai struktur psikologis kepribadiannya. Sinergi kedua elemen ini disebut dengan nafsani yang merupakan struktur psikofisik kepribadain manusia. Struktur nafsani memiliki tiga daya, yaitu (1) qolbu yang memiliki fitrah keTuhanan (ilahiyah) sebagai aspek supra—kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya emosi (rasa); (2) akal yang memiliki fitrah kemanusiaan (isaniah) sebagai aspek kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya kognisi (cipta); dan (3) nafsu yang memiliki fitrah kehewanan (hayawaniyyah) sebagai aspek pra atau bawah-kesadaran manusia yang berfungsi sebagai daya konasi (karsa).

Jadi, dari sudut tingkatnya maka kepribadain itu merupakan integrasi dari aspek-aspek supra-kesadaran (KeTuhanan), kesadaran (kemanusiaan), dan pra—atau bawah kesadaran (kebinatangan). Sedang dari sudut fungsinya, kepribadain merupakan integrasi dari daya-daya emosi, kognisi, dan konasi, yang terwujud dalam tingkah laku luar (berjalan, berbicara, dsb) maupun tingkah laku dalam (pikiran, perasaan, dsb).

3. Makna Psikologi Kepribadian Islam

Perumusan makna psikologi kepribadian Islam memiliki arti bagaimana Islam mendefinisikan kepribadian dari sudut pandang psikologis. Frame kajiannya tetap pada studi Islam yang menelaah terhadap fenomena perilaku manusia dari sudut pandang psikologis, sebab satu-satunya wacana yang eksis hanyalah Islam, sementara psikologi disini hanya satu pendekatan studi dalam studi Islam.

Berdasarkan pengertian kepribadaian di atas maka yang dimaksud dengan Psikologi Kepribadain Islam adalah “studi Islam yang berhubungan dengan tingkah laku manusia berdasarkan pendekatan psikologis dalam relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang Khalik-Nya agar dapat meningkatkan kualitas hisup di dunia dan akhirat.” Rumusan tersebut memiliki lima kompenen dasar yakni sebagai berikut.

Pertama, Studi Islam. Psikologi Kepribadian Islam merupakan salah satu kajian dalam studi keislaman, bukan bagian dari studi (atau cabang) psikologi. Sebagai disiplin ilmu keislaman, ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin keislaman yang lain, seperti teologi Islam, hukum Islam, ekonomi Islam, kebudayaan Islam, polotik Islam, dan sebaginya. Penggunaan term Islam disini memiliki arti corak, pola pikir, atau aliran dalam psikologikepribadian, yang memiliki eksistensi unik dibading dengan aliran psikologi kepribadian lain. Keunikannya baik dari aspek ontologi, epistimologi maupun aksiologinya. Studi Islam di sini juga memiliki arti bahwa bangunan kepribadain didasarkan atas Alquran, al-Sunnah,khazanah Islam sendiri, bukan dari bangunan kepribadain Barat.

Kedua, yang berhubungan dengan tingkah laku, manusia. Psikologi Kepribadain Islam mempelajari tingkah laku manusia. Dalam bentuk potensial, seluruh tingkah laku manusiatelah memilki takdir atau sunnatullah yang ditetapkan oleh Tuhan, meskipun takdir yang dimaksud memiliki banyak pilihan. Namun dalam bentuk aktual, manusia diberi kebebasan untuk mengekspresikannya, sehingga menimbulkan dinamika tingkah laku. Setiap tingkah laku memilki citra (image) dan keunikan tersendiri sesuai sesuai apa yang terdapat pada pelakunya. Tingkah laku disini bisa berupatingkah laku lahir maupun tingkah laku batin atau kedua-duanya. Tingkah laku lahir ada yang mencerminkan tingkah laku batinnya dan ada juga yang berbeda. Baik mencerminkan atau tidak semuanya disebut dengan tingkah laku.

Ketiga, berdasarkan pendekatan psikolohid. Studi tentang kepribadian dapat didekati dengan beberapa pendekatan, misalnya filsafat, psikologi, antropologi, dan sebagainya. Psikologi Kepribadain Islam merupaka\n studi kepribadain Islam yang dipandang dari sudut psikologi. Studi ini setidak-tidaknya menggambarkan apa dan bagaimana tingkah laku manusia menurut pandangan Islam yang ditimbulkan dari jiwanya.

Kempat, dalam relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada Sang Khalik. Psikologi Kepribadain Islam mengkaji tingkah laku manusia dengan berpijak pada fungsi kehidupan manusia. Manusia adalah sebagai mandataris Sang Khalik untuk menjadai khalifah dimuka bumi. Dalam bertingkah laku, manusia selain diberi potensi fitrah, juga memiliki relasi sesamanya dan dikaruniai alam dan isinya untuk dikelola yang baik. Oleh karena kedudukan ini maka setiap realisasi tingkah laku manusia merupakan cerminan ibadah, baik berkaitang dengan Tuhan, diri sendiri, sesamanya, serta pada alam semesta.

Kelima, untuk meningkatkan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Psikologi kepribadian Islam syarat akan nilai, yang dapat menghantarkan kebahagiaan hidup manusia. Kebahagian yang dimaksud tidak terbatas pada kebahagiaan duniawi yang sifatnya temporer dan semu, tetapi juga kebahgiaan ukhrowi yang sifatnya abadi dan hakiki. Pda aspek ini, Psikologi Kepribadain Islam bukan sekedar memotret dan mengidentifikasi tingkah laku (bicara apa adanya), melainkan juga mengungkap bagaimana seharusnya tingkah laku itu. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas norma-norma baik-buruk yang telah ditetapka oleh Sang Khalik. Oleh karena tujuan ini maka studi Psikologi Kepribadain Islam diharapkan memiliki implikasi penting dalam kehidupan manusia.
Keluarga Dalam Islam – Pengertian dan Perannya
Islam adalah agama yang mengatur segala sisi kehidupan dan senantiasa menganjurkan umatnya untuk menjalin hubungan baik dengan sesama manusia (baca fungsi agama dalam kehidupan). Dalam kehidupan seorang manusia tidaklah hidup sendiri dan tentunya ia memiliki keluarga meskipun tidak utuh. Seperti yang kita ketahui keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat dimana seseorang tumbuh dan mendapatkan pendidikan dari orangtuanya agar bisa menjalankan kehidupannya bermasyarakat.
ads
Sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang masih terikat hubungan darah atau nasab serta hubungan pernikahan (baca arti nasab dalam islam). Islam sendiri memiliki kriteria tertentu untuk membangun dan menjalankan fungsi suatu keluarga. Lalu bagaimana sebenarnya keluarga dalam islam dan apa yang menjadi landasan keluarga dalam islam tersebut?
Arti Keluarga Dalam Islam
Dalam islam, keluarga memiliki sebuah arti penting dimana keluarga merupakan bagian dari masyarakat islam dan dalam keluargalah seseorang belajar mengenal islam sejak kecil.
Dibangun dengan pondasi pernikahan syar’i
Keluarga dalam islam merupakan rumah tangga yang dibangun dari suatu pernikahan antara seorang pria dan wanita yang dilaksanakan sesuai syariat agama islam yang memenuhi syarat pernikahan dan rukun nikah yang ada. Pernikahan juga awal membangun rumah tangga islam dan keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Adapun hal ini disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs.Ar-Ruum : 21)
Keharmonisan dalam rumah tangga
Memiliki keluarga yang harmonis dan sesuai dengan ajaran agama islam adalah dambaan setiap muslim dan untuk mewujudkannya ada beberapa cara menjaga keharmonisan dalam rumah tangga tersebut. Keluarga sakinah, mawaddah warahmah yang berarti keluarga yang penuh kasih sayang, cinta dan ketentraman dibangun diatas nilai-nilai islam dan berawal dari pernikahan yang hanya mengharap ridha Allah SWT. Dalam Alqur’an Allah SWt berfirman :
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
“Dan orang orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS Alfurqan : 74)
Peran Keluarga Dalam Islam
Sebuah keluarga memegang peranan penting dalam kehidupan karena setiap manusia atau muslim tentunya berangkat dari sebuah keluarga. Jadi bisa disimpulkan bahwa keluarga adalah tempat dimana pondasi nilai-nilai agama diajarkan oleh kedua orangtua dan anggota keluarga lainnya kepada seorang anak. Adapun peran keluarga dalam islam antara lain
Menanamkan ajaran islam
Meskipun tidak semua muslim mendapatkan keislamannya dari keluarga yang melahirkannya, tetap saja keluarga adalah tempat pertama dimana seorang anak belajar tentang agama islam. Dalam sebuah keluarga, suami istri yang menikah akan menjalankan dan membangun rumah tangga dengan ajaran agama islam dan hal tersebut juga akan diajarkan pada anak-anaknya.
Dari sebuah keluarga, seorang anak akan melihat bagaimana orangtuanya shalat, berpuasa, membaca alqur’an dan lain sebagainya. Sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah akan senantiasa menanamkan iman dan membentuk anak-anaknya menjadi pribadi dengan akhlak dan budi pekerti yang baik terutama saat bergaul dalam masyarakat (baca cara meningkatkan akhlak terpuji dan pergaulan dalam islam). Sebagaimana disebutkan dalam dalil berikut ini
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs Al isra : 23)

Memberikan rasa tenang
Keluarga adalah orang terdekat bagi setiap manusia dan tempat mencurahkan segala isi hati maupun masalah. Keluarga juga merupakan tempat berkeluh kesah bagi setiap anggotanya karena hanya keluargalah yang ada dan senantiasa memberikan perhatian kepada setiap orang meskipun keadaan keluarga setiap orang berbeda-beda. Dalam Alqur’an sendiri disebutkan bahwa keluarga yang sakinah adalah keluarga yang dipenuhi dengan ketentraman dan ketenangan hati.
Menjaga dari siksa api neraka
Telah disebutkan sebelumnya bahwa keluarga adalah tempat dimana nilai-nilai islam dan ajaran agama diajarkan untuk pertama kali dan dalam keluarga juga, orangtua serta anak-anaknya akan menjaga satu sama lain dari perbuatan maksiat dan saling mengingatkan. (baca cara mendidik anak dalam islam) Seperti yang disebutkan dalam QS At Tahrim ayat 6 bahwa seorang muslim harus menjaga dirinya dan keluarganya dari perbuatan dosa dan siksa api neraka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang beriman ! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari (kemungkinan siksaan) api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah para malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ( QS Altahrim : 6).

Menjaga kemuliaan dan wibawa manusia
Menjaga nama baik keluarga adalah tugas setiap manusia karena saat manusia berbuat kesalahan maka hal tersebut juga tidak hanya ditimpakan pada dirinya melainkan juga kepada keluarganya. Memiliki sebuah keluarga membuat seseorang bertanggung jawab tidak hanya pada dirinya tetapi juga kepada keluarganya.
Seorang pria maupun wanita bisa menjaga kehormatannya jika mereka menikah dan membangun sebuah keluarga sehingga pernikahan tersebut bisa membantu seseorang memenuhi kebutuhannya tanpa harus terperosok dalam maksiat seperti halnya perbuatan zina (baca cara bertaubat dari zina dan hukum zina tangan) Seperti yang disebutkan dalam Surat Albaqarah ayat 187 dikatakan bahwa suami istri adalah pakaian satu sama lain dan hal tersebut artinya suami istri menjaga kehormatan keduanya satu sama lain.
Melanjutkan keturunan dan memperoleh keberkahan
Salah satu tujuan pernikahan dan membentuk keluarga adalah untuk memiliki keturunan yang baik dan saleh. Memiliki anak yang saleh dan shalehah adalah karunia dan berkah Allah SWT kepada setiap orangtua. Membangun sebuah rumah tangga dan keluarga pada dasarnya adalah jalan menuju keberkahan karena didalam keluarga ada orangtua dan ridha Allah SWT adalah juga merupakan ridha orangtua. (baca Keutamaan berbakti kepada orangtua)
Demikianlah arti keluarga dalam islam dan peran keluarga dalam mewujudkan agama islam itu sendiri. Semoga bermanfaat.